Pengaruh Terapi Bermain terhadap Kemampuan Komunikasi Anak Autis di SLB
Abstract
Autis adalah suatu gangguan perkembangan yang komplek terkait dengan
komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Anak autis mengalami
gangguan perkembangan pervasif yang ciri utamanya adalah gangguan kualitatif
pada perkembangan komunikasi baik secara verbal (berbicara dan menulis) dan
non verbal (kurang bisa mengekspresikan perasaan dan kadang menunjukan
ekspresi yang kurang tepat). Gangguan komunikasi pada autis ini ditandai dengan
adanya hambatan dalam keterampilan berbahasa seperti; echolalia (pengulangan 3
kata), pembalikan kosa kata, ekspresi yang tidak tepat saat berbicara,
perbendaharaan kata terbatas, dan lain-lain.
Komunikasi merupakan upaya individu dalam menjaga dan
mempertahankan individu untuk tetap berinteraksi dengan orang lain. Proses
komunikasi dapat menjadikan suatu interaksi lebih terarah dan lebih bermanfaat.
Komunikasi dapat dilakukan dengan mudah dan lancar oleh anak normal, tetapi
pada anak autis komunikasi tidak berjalan lancar. Anak autis sulit melakukan
proses komunikasi, hal itu dikarenakan anak autis mengalami hambatan pada
perkembangan bahasa. Selain itu, anak autis sulit melakukan aktivitas bermain
dengan teman sebaya atau kelompok karena keterbatasan dalam melakukan
komunikasi, sehingga anak autis sering bermain secara menyendiri.
x
Perawat sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan juga memiliki
peran sebagai pemberi asuhan keperawatan pada anak baik sehat maupun sakit.
Perawat dapat membantu anak melakukan komunikasi yang lebih terarah dengan
melakukan terapi. Terapi yang digunakan pada anak autis untuk meningkatkan
memampuan komunikasi adalah menggunakan terapi bermain. Bermain adalah
unsur yang paling penting untuk perkembangan anak baik fisik, emosi, mental,
intelektual, kreativitas dan social. Permainan juga membantu anak untuk melatih
komunikasi baik komunikasi verbal maupun non verbal. Permainan yang
dilakukan pada anak autis untuk melatih anak berkomunikasi terdiri dari
permainan menggambar dan mewarnai serta bermain teka-teki (puzzle).
Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan kemampuan komunikasi
pada anak autis setelah dilakukan terapi bermain. Kemampuan komunikasi
sebelum tindakan terapi bermain pada kategori kurang sebanyak 9 anak (69,2%),
kemudian setelah dilakukan terapi bermain berkurang menjadi 3 anak (23,1). Pada
kategori cukup jumlah anak sebelum dilakukan terapi bermain sejumlah 4 anak
(30,8%), kemudian setelah dilakukan terapi bermain naik menjadi 9 anak (69,2%).
Pada kategori baik tidak ada anak yang terdapat pada kategori ini, tetapi setelah
dilakukan terapi bermain jumlah anak pada kategori baik meningkat menjadi 1
anak (7,7%). Berdasarkan hasil uji wilcoxon sign rank test, diperoleh hasil bahwa
p-value=0,008 < α (0,05). Dengan demikian hasil penelitian menyimpulkan
bahwa ada pengaruh antara kemampuan komunikasi sebelum dilakukan terapi
bermain dengan kemampuan komunikasi setelah dilakukan terapi bermain.
Collections
- UT-Faculty of Nursing [1529]