dc.description.abstract | Ritual yang dilaksanakan setiap bulan suro dengan prosesi puncaknya pada pelarungan sesaji ke laut, sering dari kita mengarah kepada stereotip ritual yang hanya untuk kepentingan nelayan saja. Hal ini dapat dibenarkan karena memang pelaksanaannya dilakukan di laut yang identik dengan nelayan. Namun sebenarnya ritual yang dilaksanakan oleh masyarakat Puger Kulon sendiri tidak hanya mengenai tentang nelayan saja. Terdapat keterlibatan golongan masyarakat lainnya seperti petani, pegawai pemerintah desa, ulama dan pedagang. Penelitian ini bertujuan untuk membongkar nalar berpikir masyarakat Puger Kulon terhadap simbol Ritual yang mereka laksanakan setiap tahunnya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode etnografi, dengan melakukan observasi secara langsung dan wawancara kepada informan yang menggunakan teknik purposive sampling. Selain itu peneliti juga mengumpulkan data – data dokumentasi yang dimiliki informan, berupa dokumen maupun foto. Data – data yang sudah diperoleh kemudian diolah dan dianalisis sebagai hasil dari penelitian. Informan awal penelitian ini adalah Bapak Setiyo Hadi yang merupakan pendiri dari Museum Boemi Pouger, lalu peneliti diarahkan untuk menemui salah satu tokoh yang terlibat dalam ritual ini setiap tahunnya.
Temuan penelitian ini adalah bahwa nalar berpikir masyarakat Puger Kulon terhadap ritual yang setiap tahun mereka laksanakan ternyata berdasarkan struktur konseptual yang kompleks. Selama ini ritual yang dilakukan oleh masyarakat Puger Kulon yang diketahui oleh banyak orang adalah berkaitan dengan suatu hal misteri atau supernatural. Padahal jika ditelisik lebih dalam ritual yang mereka lakukan itu adalah praktik religius totemisme, namun bukanlah sedang memuja laut atau hal misteri lainnya melainkan masyarakat Puger Kulon berkumpul dan bersatu dalam ritual ini karena totem sendiri yang berarti simbol yang merupakan realitas dari masyarakat setempat yang menyebabkan ritual ini sebagai mempererat kesatuan dalam kelompok masyarakat Puger Kulon yang terdiri dari masyarakat nelayan, petani, pedagang, ulama, dan pemerintah desa. Ketika ditelisik lebih dalam ternyata simbol – simbol tersebut memiliki makna realitas dari keseluruhan masyarakat Puger Kulon yang tidak hanya mewakili satu golongan saja melainkan masyarakat Puger Kulon secara keseluruhan serta makna - makna itu berasal dari struktur konseptual yang kompleks. Selain penemuan pada pemikiran religius masyarakat Puger Kulon yang berdasarkan struktur konseptual yang kompleks juga terdapat penemuan hal menarik lainnya yaitu simbol tersebut menunjukkan multivokal masyarakat setempat. Multivokal tersebut yang merujuk pada pemaknaan arti dari simbol ritual masyarakat Puger Kulon yang meliputi makna Petik Laut, Larung Sesaji dan Selamatan Desa dari ketiga multivokal tersebut menunjukan logika besar yang unik dari masing masing masyarakat yang memberikan arti. | en_US |