Pengembangan Edible Sensor Berbasis Antosianin Kubis Merah (Brassica Oleracea Var. Capitata L.) untuk Monitoring Kesegaran Fillet Ikan Nila (Oreochromis Niloticus)
Abstract
Ikan nila sejatinya merupakan sumber protein paling terkenal dipasar dunia
dalam bentuk fillet, karena memiliki beberapa kelebihan, seperti dapat diolah
menjadi berbagai produk olahan baru, mudah didistribusikan serta dapat dipasarkan
dalam bentuk yang menarik. Kesegaran fillet ikan nila merupakan indikasi paling
mendasar dalam penentuan kualitas fillet ikan nila sebelum dikonsumsi. Bentuk
upaya pemenuhan kebutuhan konsumen terhadap bahan makanan yang segar,
bersih, aman serta berkualitas mulai banyak dikembangkan sensor kimia dengan
bentuk label indikator, salah satu indikator kolorimetri yang paling banyak
dikembangkan adalah indikator pH yang akan berubah seiring dengan peningkatan
pH. Berdasarkan hal tersebut maka dikembangkan sensor kesegaran untuk ikan nila
dengan indikator pH dari antosianin kubis merah menggunakan membran yang
terbuat dari kitosan dan pati jagung.
Dalam penelitian ini dilakukan ekstraksi kubis merah dengan metode
maserasi menggunakan etanol 96%, sehingga diperoleh kadar antosianin total
1.944,310 mg/L. Edible film dibuat drai campuran kitosan, pati jagung, gliserol, dan
asam asetat sehingga diperoleh membran tipis berwarna putih. Selanjutnya
dilakukan optimasi kondisi fabrikasi edible film meliputi optimasi waktu
imobilisasi, optimasi konsentrasi bahan pengikat, dan optimasi perbandingan antara
ekstrak dan bahan pengikat (PVA). Waktu imobilisasi optimum adalah 90 menit
dengan konsentrasi PVA yang digunakan 1% dan perbandingan ekstrak dengan
PVA 1:3. Pengamatan perubahan warna edible sensor dianalisis menggunakan
program ImageJ dengan memperhatikan nilai mean red.
Karakterisasi edible film yang dilakukan pada penelitian ini meliputi
pengamatan morfologi permukaan membran menggunakan SEM dan analisa gugus
fungsi menggunakan FTIR sebelum dan setelah membran diimobilisasi. Hasil SEM sebelum dan setelah imobilisasi menunjukkan membran berpori dan kurang halus.
Hasil FTIR setelah imobilisasi menunjukkan adanya gugus fungsi antosianin.
Karakterisasi edible sensor pada penelitian kali ini meliputi waktu respon,
reprodusibilitas, dan waktu pakai. Waktu respon dilakukan dengan mereaksikan
edible sensor pada pH segar ikan nila (6,9) dan pH busuk ikan nila (7,8) dan
menunjukkan keadaan steady state pada menit ke-14 dengan nilai mean red
berturut-turut 171,614±4,783 dan 165,451±0,669. Reprodusibilitas dilakukan
dengan pengamatan edible sensor pada pH 6,9 dan 7,8 selama 3 hari berbeda pada
kondisi yang relatif sama menunjukkan nilai RSD <5% yang artinya memenuhi
persyaratan. Pengujian waktu dilakukan pada dua kondisi berbeda yaitu pada suhu
ruang dan suhu chiller pada pH segar dan pH busuk, pengamatan dilakukan hingga
sensor menunjukan perubahan karakteristik >15%. Perubahan edible sensor yang
disimpan pada suhu ruang terjadi setelah hari ke-12 dan hari ke-15 pada suhu
chiller.
Aplikasi sensor fillet ikan nila telah menghasilkan parameter yang sesuai
dengan parameter kesegaran fillet ikan nila yang meliputi uji nilai pH, uji total
mikroba, uji TVBN, dan uji organoleptis. Edible sensor berwarna ungu tua saat
fillet ikan nila segar, warna ungu muda masih segar aman untuk konsumsi, dan
warna ungu keabu-abuan fillet ikan nila sudah busuk tidak aman untuk konsumsi
Collections
- UT-Faculty of Pharmacy [1490]