Show simple item record

dc.contributor.authorBARIQOH, Dian Hildani
dc.date.accessioned2022-06-27T15:41:05Z
dc.date.available2022-06-27T15:41:05Z
dc.date.issued2021-07-02
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/107630
dc.description.abstractPrinsip Bea perolehan hak atas tanah terutang mengharuskan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan terutang dilunasi saat terjadi perolehan hak sebagaimana dalam Pasal 9 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, sedangkan dalam Program Pendaftaran tanah sistematis lengkap sertipikat tetap diterbitkan meskipun bea perolehan hak atas tanah belum lunas . Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi, (1) Apakah sertipikat hak milik yang dibebani bea perolehan hak atas tanah terutang dalam program pendaftaran tanah sistematis lengkap memiliki kekuatan hukum (2) Apa akibat hukum sertipikat hak milik atas tanah apabila masih dibebani bea perolehan hak atas tanah terutang (3) Apakah upaya yang dapat dilakukan jika ketentuan bea perolehan hak atas tanah (BPHTB) terutang dalam Permen ATR/BPN No. 6 Tahun 2018 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah. Guna menjawab isu hukum dalam tesis ini menggunakan pendekatan Undang-Undang (Statute Approach) serta pendekatan konseptual (conceptual approach). Sebuah kerangka teoritis yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah dimana terdapat beberapa pokok pikiran dan penjelasan tentang Akta yang didalamnya menguraikan mengenai konsep akta peralihan hak atas tanah yang menjadi syarat untuk pendaftaran tanah, pendaftaran tanah yang mencangkup proses pendaftaran tanah, sertipikat yang menguraikan mengenai penerbitan sertipikat hak atas tanah baik didalam program percepatan pendaftaran tanah sistematis lengkap maupun melalui pendaftaran tanah secara umum, serta teori-teori hukum yaitu teori kepastian hukum dan harmonisasi hukum yang sesuai untuk menjawab rumusan masalah yang ada. Penerbitan sertipikat yang masih dibebani bea perolehan hak atas tanah dan bangunan terutang ini tidak sesuai dengan prinsip bea perolehan hak atas tanah dan bangunan terutang yang harus dilunasi ketika perolehan hak, hal ini membuka ruang adanya ketidakpastian hukum dalam pendaftaran tanah sehingga berakibat hukum terhadap sertipikat yang diterbitkan. Berdasar pada asas lex superior derogat lex inferior, jelas bahwa penerbitan sertipikat hak atas tanah yang masih dibebani BPHTB terutang dalam Peraturan Menteri ATR/BPN No. 6 Tahun 2018 bertentangan dengan Pasal 9 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Kesimpulan penelitian ini, pertama bahwa sertipikat hak milik yang dibebani bea perolehan hak atas tanah dan bangunan terutang dalam program pendaftaran tanah sistematis lengkap tidak memiliki kekuatan hukum, Kedua sertipikat yang masih dibebani BPHTB terutang menimbulkan akibat hukum terhadap objek dan subjek hak atas tanah, ketiga perlu dilakukan harmonisasi hukum terhadap Peraturan ATR/BPN No. 6 Tahun 2018 agar menjamin kepastian hukum dalam percepatan pendaftaran tanah kedepannya.en_US
dc.description.sponsorshipDr. Dyah Ochtorina Susanti, S.H., M.Hum (Dosen Pembimbing) Dr. Rahmadi Indra Tektona S.H., M.H (Dosen Pembimbing)en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Hukumen_US
dc.subjectKekuatan Hukumen_US
dc.subjectSertipikat Hak Atas Tanahen_US
dc.subjectBea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Terutangen_US
dc.titleKekuatan Hukum Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Ptsl Yang Dibebani Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Bphtb Terutangen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record