dc.description.abstract | Puskesmas merupakan fasilitas kesehatan tingkat pertama yang
melaksanakan dua jenis kegiatan yaitu upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perorangan. Kedua kegiatan tersebut dilaksanakan dengan
mengutamakan upaya peningkatan dan pencegahan di wilayah kerjanya. Salah satu
upaya yang dilakukan untuk mendukung terlaksananya kedua kegiatan tersebut
adalah diselenggarakan kegiatan pelayanan kefarmasian. Standar pelayanan
kefarmasian di Puskesmas dibagi menjadi dua kegiatan yaitu pengelolaan sediaan
farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) serta pelayanan farmasi klinik.
Obat merupakan salah satu jenis dari sediaan farmasi yang termasuk dalam
komponen penting dari suatu pelayanan kesehatan. Pengelolaan obat di Puskesmas
memiliki peran yang signifikan serta memiliki tujuan utama untuk menjamin
tersedianya obat dengan mutu yang baik, jenis dan jumlahnya efisien, sehingga
dapat sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar. Pengelolaan obat sendiri
terdiri atas beberapa rangkaian kegiatan, dua yang terpenting diantaranya adalah
tahap perencanaan dan pengadaan obat. Perencanaan obat yang tidak tepat dan
efisien akan berdampak pada proses berikutnya dan menyebabkan tidak
terpenuhinya kebutuhan serta terjadinya pembengkakan biaya. Sedangkan
ketidaksesuaian yang terjadi pada proses pengadaan obat juga akan berdampak
pada ketersediaan obat.
Proses perencanaan dan pengadaan obat harus disertai dengan evaluasi yang
bertujuan untuk menilai keberhasilan pencapaian tujuan dan hasil kegiatan yang
telah dilaksanakan. Dalam mengukur suatu pencapaian proses evaluasi, digunakan
alat ukur yang sesuai dengan standar yang ditetapkan yaitu indikator. Ada beberapa
indikator yang dapat digunakan diantaranya yaitu indikator efisiensi yang
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan indikator efisiensi
yang dikembangkan oleh Pudjaningsih. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi proses perencanaan dan pengadaan obat dengan dana JKN di
Puskesmas Rambipuji Kabupaten Jember, yang mana merupakan puskesmas rawat
inap dengan dana pengeluaran untuk pengadaan obat dengan dana JKN tertinggi
se-Kabupaten Jember. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan
menggunakan data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dengan
pengambilan data yang meliputi dana total yang tersedia, dana pengadaan obat,
lembar pemakaian dan lembar permintaan obat (LPLPO) yang berisi nama obat,
jumlah obat yang diadakan, harga beli satuan, item obat yang digunakan/tidak di
pelayanan dan frekuensi pengadaan tiap item obat. Semua data yang digunakan
merupakan data di periode tahun 2020. Selanjutnya data yang diperoleh
dimasukkan ke dalam lembar pengumpul data (LPD). Data kualitatif diperoleh dari
hasil wawancara mendalam dengan berbagai pihak diantaranya yaitu Kepala
Instalasi Farmasi Kabupaten Jember, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Puskesmas Rambipuji dan Penanggung Jawab Ruang Farmasi Puskesmas
Rambipuji.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses perencanaan dilakukan dengan
metode konsumsi yang kemudian disusun menjadi suatu Rencana Kebutuhan Obat
(RKO). Proses perencanaan yang dilaksanakan oleh Puskesmas Rambipuji sudah
sesuai dengan alur perencanaan untuk dana JKN yang ditetapkan oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa proses
perencanaan di Puskesmas Rambipuji tidak sesuai dengan standar pada kedua
indikator tahap perencanaan. Pada indikator persentase dana yang tersedia dengan
dana yang dibutuhkan, didapatkan hasil yang melebihi dari standar 114,26%. Faktor
yang menyebabkan hasil tersebut tidak sesuai dengan standar diantaranya yaitu
adanya kelebihan proyeksi pagu dana oleh pihak puskesmas dan kesepakatan harga
dengan rekanan sehingga terdapat selisih dengan harga perkiraan sementara. Pada
indikator alokasi dana pengadaan obat didapatkan hasil lebih kecil daripada standar
yaitu sebesar 3,46%. Faktor yang menyebabkan hasil tersebut tidak sesuai dengan
standar diantaranya yaitu adanya aturan mengenai persentase alokasi dana JKN di
puskesmas. Terdapat beberapa keterbatasan penelitian pada indikator tahap
perencanaan obat diantaranya yaitu beberapa indikator tahap perencanaan obat
lainnya tidak digunakan karena keterbatasan data dan waktu penelitian.
Proses pengadaan obat dilaksanakan menggunakan metode pengadaan
langsung. Proses tersebut sudah sesuai alur pengadaan untuk dana JKN yang
ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hasil evaluasi
menunjukkan bahwa kegiatan pengadaan obat dengan dana JKN tidak sesuai
dengan standar pada kedua indikator tahap pengadaan. Pada indikator persentase
kesesuaian jumlah item obat dengan kenyataan pakai, didapatkan hasil melebihi
standar yaitu sebesar 133,33%. Faktor yang menyebabkan hasil tersebut tidak
sesuai dengan standar diantaranya yaitu adanya penurunan jumlah kunjungan
pasien karena adanya pandemi COVID-19. Hal tersebut berkaitan dengan adanya
beberapa item obat yang akhirnya tidak terpakai. Pada indikator frekuensi
pengadaan obat, didapatkan hasil termasuk kategori rendah untuk setiap item obat
karena diadakan hanya satu kali selama setahun. Terdapat beberapa keterbatasan
penelitian pada evaluasi tahap pengadaan obat diantaranya yaitu beberapa indikator
pengadaan obat lainnya tidak digunakan karena keterbatasan mengakses data. | en_US |