dc.description.abstract | WHO menyebutkan bahwa prevalensi infeksi nosokomial di dunia
tahun 2018 mencapai angka 9%, sedangkan di Indonesia prevalensi infeksi
ini pada tahun 2011 mencapai angka 7,1%. Salah satu penyebab tingginya
prevalensi di Indonesia disebabkan oleh meningkatnya jumlah tindakan
operasi dari tahun 2011 sampai 2012 sebesar 140 juta menjadi 148 juta
tindakan. Berdasarkan data ini, dilaporkan bahwa infeksi luka operasi (ILO)
juga ikut meningkat, dimana ILO termasuk dalam kategori infeksi
nosokomial. Menurut Khan (2017), Sthapylococcus aureus merupakan
bakteri penyebab utama dari ILO. Bakteri ini masih efektif ditangani oleh
antibiotik mupirosin dengan penggunaan sesuai prinsip 5T (tepat pasien,
tepat waktu, tepat obat, tepat rute, dan tepat dosis). Namun, pada tahun 2011,
Suhariyanto melaporkan bahwa adanya resistensi antibiotik mupirosin oleh
bakteri methicillin resistant S. aureus (MRSA), selain itu tidak semua
kalangan masyarakat dapat menjangkau harga antibiotik ini, oleh sebab itu
perlu ditemukan bahan alternatif lain sebagai terapi infeksi bakteri
Staphylococcus aureus. Menurut penelitian Syamsuddin (2013) dan
Suprayitno (2009), kakao dan ikan gabus diduga mampu membantu proses
penyembuhan luka karena mengandung bahan aktif berupa polifenol dan
asam amino. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
efektivitas kombinasi ekstrak etanol biji kakao dan albumin ikan gabus
terhadap penyembuhan luka infeksi.
Penelitian ini dilakukan dengan metode quasi eksperimental
laboratoris dan posttest only control group design. Unit eksperimen
menggunakan tikus Rattus norvegicus dengan jumlah sampel berdasarkan
rumus Federer sebanyak 24 ekor yang dibagi ke dalam empat kelompok.
Kelompok kontrol diberikan terapi krim antibiotik mupirosin 2%, kelompok
perlakuan pertama diberikan terapi krim ekstrak etanol biji kakao 8%,
kelompok perlakuan kedua diberikan terapi serbuk albumin ikan gabus, dan
kelompok perlakuan ketiga diberikan terapi kombinasi krim ekstrak etanol
biji kakao 8% serta serbuk albumin ikan gabus. Variabel yang diukur pada
penelitian ini yaitu persentase penyembuhan luka infeksi, skor penyembuhan
luka infeksi, skor kepadatan serabut kolagen, dan jumlah fibroblas. Data
persentase penyembuhan luka hari ke-4 dianalisis menggunakan uji One Way
Anova karena berskala rasio, terdistribusi normal, dan homogen. Data
persentase penyembuhan luka hari ke-7 dianalisis menggunkan uji Kruskal
Wallis karena berskala rasio, terdistribusi tidak normal, dan tidak homogen.
Data skor penyembuhan luka dan skor kepadatan serabut kolagen dianalisis
menggunakan uji Mann Whitney karena berskala ordinal dengan tabel
(>2)x(>2) dan syarat x2
tidak terpenuhi. Data jumlah fibroblas dianalisis
menggunakan uji One Way Anova karena berskala rasio, terdistribusi normal,
dan homogen.
Hasil analisis data persentase penyembuhan luka hari ke-4, persentase
penyembuhan luka hari ke-7, dan skor penyembuhan luka menunjukkan
bahwa p>0,05 yang artinya tidak ada perbedaan signifikan antar kelompok
perlakuan. Hal ini dapat disebabkan karena tidak semua sampel memiliki
selisih yang berbeda jauh antar kelompok perlakuan. Hasil analisis data skor
kepadatan serabut kolagen dan jumlah fibroblas menunjukkan bahwa p<0,05
yang artinya terdapat perbedaan signifikan antara kelompok perlakuan. Hal
ini dapat disebabkan karena penambahan terapi albumin ikan gabus yang
mengandung asam amino dapat meningkatkan proses pembentukan kolagen
dan proliferasi fibroblas dalam pembentukan jaringan baru.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa terapi
kombinasi krim ekstrak etanol biji kakao 8% dengan serbuk albumin ikan
gabus lebih efektif dibanding terapi tunggal krim ekstrak etanol biji kakao
8% dilihat dari parameter mikroskopis yaitu skor kepadatan serabut kolagen
dan jumlah fibroblas. Oleh sebab itu, perlu dilakukan uji klinis untuk
diaplikasikan sebagai terapi. | en_US |