Determinan Kejadian Pitted Keratolysis Pada Peternak Sapi Di Desa Sepawon Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri
Abstract
Determinan Kejadian Pitted Keratolysis Pada Peternak Sapi Di Desa Sepawon Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri; Yogi Aditya; 172110101021; 2022; 81 Halaman; Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Jember.
Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) memperkirakan setiap tahunnya pekerja yang meninggal dikarenakan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja sebanyak 2,78 juta, dengan 2,4 juta (86,3 persen) disebabkan oleh penyakit akibat kerja. Pekerja peternakan sapi khususnya pada sektor informal memiliki risiko tinggi terhadap penyakit akibat kerja seperti penyakit kulit. Penyakit kulit yang dapat menyerang peternak sapi dengan kondisi lingkungan yang lembap dan becek adalah Pitted keratolysis. Setelah dilakukan studi pendahuluan di Dusun Gatok Desa Sepawon Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri, diketahui 5 dari 20 peternak memiliki tanda dan gejala Pitted keratolysis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah determinan kejadian Pitted keratolysis pada peternak sapi di Desa Sepawon Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri.
Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan jenis penelitian analitik observasional dan desain penelitian yang digunakan adalah case control. Populasi penelitian ini sebanyak 83 peternak sapi dengan sampel sejumlah 40 peternak sapi, 10 untuk sampel kasus dan 30 untuk sampel kontrol. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan observasi. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian Pitted keratolysis, sedangkan untuk variabel independen adalah karakteristik peternak sapi (umur, jenis kelamin, masa kerja, riwayat Pitted keratolysis, dan pekerjaan sampingan), pengetahuan personal hygiene, perilaku personal hygiene kebersihan kaki, penyediaan dan penggunaan APD, kebersihan lingkungan fisik pada kandang sapi. Analisis data menggunakan uji statistik contingency coefficient dan korelasi spearman rank.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang terdiagnosis Pitted keratolysis memiliki umur dalam kategori lansia 46-65 tahun (60%), masa kerja 3 tahun (90%), tidak mempunyai pekerjaan sampingan (80%), pernah mengalami riwayat Pitted keratolysis (70%), perilaku personal hygiene kebersihan kaki yang tidak baik (70%), penyediaan dan penggunaan APD sudah tersedia tetapi terdapat kecacatan dan tidak digunakan secara lengkap (90%), dan kebersihan lingkungan fisik pada kandang yang buruk (90%).
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur (p=0,839; 0,890; 0,571), jenis kelamin (p=0,456), masa kerja (p=1,000), dan pekerjaan sampingan (p=0,224) dengan kejadian Pitted keratolysis. Terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat Pitted keratolysis (p=0,001), pengetahuan personal hygiene (p=0,016), perilaku personal hygiene kebersihan kaki (p=0,001), perilaku penyediaan dan penggunaan APD (p=0,000), perilaku pemeliharaan APD (p=0,005), dan kebersihan lingkungan fisik pada kandang (p=0,000) dengan kejadian Pitted keratolysis.
Kesimpulannya yaitu riwayat Pitted keratolysis, pengetahuan personal hygiene, perilaku personal hygiene kebersihan kaki, perilaku penyediaan dan penggunaan APD, perilaku pemeliharaan APD, dan kebersihan lingkungan fisik pada kandang sapi memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian Pitted keratolysis. Saran yang dapat diberikan bagi peternak sapi yaitu segera melakukan langkah penanganan jika mempunyai tanda dan gejala penyakit Pitted keratolysis, serta menghilangkan pandangan negatif terhadap kejadian Pitted keratolysis.
Collections
- UT-Faculty of Public Health [2227]