Analisis Wacana Kritis Pidato Presiden Joko Widodo dalam Annual Meeting IMF-World Bank 2018 di Bali
Abstract
Penelitian ini mengkaji mengenai pidato Presiden Joko Widodo dalam
Annual Meeting IMF-World Bank 2018 di Bali dari sudut pandang analisis
wacana kritis. Analisis wacana kritis memandang muatan wacana tidak pernah
netral. Wacana dimengerti sebagai sarana untuk memproduksi dan mereproduksi
makna oleh subjek atas kepentingan tertentu. Dalam pidato Presiden Joko Widodo
memuat ideologi-ideologi yang tersusun rapi dalam bahasa, yang berguna untuk
melegitimasi kekuasaannya serta mengendalikan perilaku hadirin pada acara
tersebut. Untuk memahami wacana tersebut digunakan teori analisis wacana kritis
Norman Fairclough. Terdapat tiga dimensi pada kerangka analisisnya, yaitu teks,
praktik-wacana, dan praktik sosio-kultural. Tujuan penelitian ini: (1)
mendeskripsikan wacana pidato Presiden Republik Indonesia Joko Widodo
dikaitkan dengan wacana sebagai teks, praktik wacana (discourse practice), dan
praktik sosiokultural (sociocultural practice); dan (2) mendeskripsikan ideologi
kekuasaan yang tercermin dalam wacana pidato Presiden Republik Indonesia Joko
Widodo di pembukaan Annual Meeting IMF – World Bank di Bali 2018.
Analisis wacana kritis merupakan penerapan langsung metode kualitatif
yang dilakukan secara eksplanatif. Penyediaan data menggunakan metode simak
dengan teknik simak bebas libat cakap, peneliti hanya sebagai pemerhati
mendengarkan apa yang dikatakan dan dibantu dengan teknik catat. Data
diperoleh dari mengunduh video pidato Pidato Presiden Republik Indonesia Joko
Widodo dalam Annual Meeting IMF-World Bank 2018 di Bali di laman
youtube.com. Proses analisis dibagi menjadi tiga tahap, yaitu (1) deskripsi, isi
diuraikan secara deskriptif atas teks (2) intepretasi, menafsirkan teks dihubungkan
dengan praktik-wacana yang dilakukan untuk melihat proses produksi teks dibuat,
dan (3) eksplanasi, mencari penjelasan atas hasil penafsiran dengan
menghubungan produksi teks dengan praktik sosio-kultural. Penelitian ini
menggunakan metode penyajian informal karena pemaparan hasil berupa katakata.
Hasil penelitian menunjukkan wacana pidato Joko Widodo pada tataran teks
dibagi menjadi lima tahapan. Representasi dalam anak kalimat dibagi dua,
kosakata dan tata bahasa. Kosakata memasukkan kata atau frase dalam beberapa
kategori yakni, (1) kata persona, dan (2) kata yang bernuansa religius. Tata bahasa
memusatkan pada dua hal, bentuk proses dan bentuk partisipan. Bentuk proses,
kegiatan ditampilkan sebagai, (1) tindakan, seperti mengenai gagasan, (2)
peristiwa, yang sedang atau telah terjadi; (3) keadaan, sebuah ancaman yang
sedang terjadi dan akan terjadi, dan (4) proses mental, mengenai krisis finasial
global dan perubahan iklim. Bentuk partisipan hanya memunculkan aktor.
Representasi dalam kombinasi anak kalimat, membaginya menjadi tiga, (1)
elaborasi diwakili kata hubung yang, (2) perpanjang diwakili kata hubung dan,
tetapi, atau, dan (3) mempertinggi diwakili kata hubung karena. Representasi
dalam rangkaian antar-kalimat menekankan pesan-pesan utama pidato seperti, (1)
posisi pembicara, (2) hubungan antar negara, dan (3) ancaman yang akan dihadapi
kedepannya, teks disampaikan secara formal dan kombinasi komunikasi terbuka
dan tertutup. Identitas, mengenai identifikasi pewacana berdasarkan keadaan
negara.
Pada tataran praktik-wacana berkenaan dengan produksi teks dan konsumsi
teks. Produksi teks, (1) ideologi pancasila, dan (2) visi misi Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan. Pada tataran praktik-sosiokultural dibagi menjadi tiga
level, yakni (1) situasional, teks yang dihasilkan dalam suasana ancaman
perekonomian dunia dan perubahan iklim, (2) institusional, peran dan dampak
institusi internal atau eksternal, dan (3) sosial, menangkay tema pidato yang bisa
dimengerti bukan hanya oleh orang-orang politik. Ideologi dominan yang
digunakan dalam pidato yaitu, ideologi Pancasila.