Asesmen Kekeringan Hidrologis Metode SWSI di DAS Sampean Bondowoso Berbasis Spasial
Abstract
Kekeringan merupakan salah satu bencana alam yang berlangsung dalam
jangka waktu yang lama, terjadi secara dramatis, dan berdampak pada multisektoral
seperti ekonomi, sosial, kesehatan, dan dampak merugikan lainnya. Salah satu
daerah yang mengalami bencana kekeringan yaitu Kabupaten Bondowoso, Provinsi
Jawa Timur. Berdasarkan data BPBD Kabupaten Bondowoso, pada tahun 2018
terdapat 7 desa di 4 kecamatan yang dilanda kekeringan parah hingga dilakukan
dropping air bersih. Oleh karena itu, diperlukan penilaian kekeringan untuk
mengetahui kejadian dan sebaran kekeringan guna dilakukan upaya mitigasi dan
preventif oleh stakeholders setempat.
Metode penilaian kekeringan yang digunakan yaitu kekeringan hidroligis
metode Surface Water Supply Index (SWSI), dimana menggunakan data debit 15
tahun periode 2004-2018, peta DAS Sampean, data koordinat bendung dan
bendungan, serta peta administrasi Kabupaten Bondowoso. Data debit yang
direkapitulasi kemudian diperingkat untuk dihitung nilai non-exceedance
probability (non-EP) debit tersebut. Selanjutnya, dari hasil non-EP dilakukan
perhitungan indeks kekeringan SWSI, dimana hasilnya digunakan sebagai dasar
pembuatan peta sebaran kekeringan di DAS Sampean dengan interpolasi IDW
menggunakan software ArcGIS 10.4. Peta sebaran kekeringan yang telah dibuat
kemudian akan dilakukan overlay dengan peta administrasi Kabupaten
Bondowoso.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa indeks kekeringan
tertinggi sebesar 4,12 terjadi pada bulan Februari tahun 2008 di Bendungan
Sampean Baru dengan debit 113,21 m3
/detik dan terendah -4,12 pada Juni 2017 di
bendung Cating dan Agung Patemon serta November 2006 di bendung Taal dengan
debit sebesar -4,12 m3
/detik. Kemudian dianalisis hubungan indeks kekeringan
SWSI dengan debit rerata bulanan didapatkan nilai R2
tertinggi sebesar 0,9695
dengan rentang debit klasifikasi Amat Sangat Kering (ASK) sebesar < 0,036
m3
/detik dan nilai R2
terendah sebesar 0,7475 dengan debit klasifikasi Amat Sangat
Kering (ASK) sebesar < 0,296 m3
/detik.
Hasil pemetaan sebaran kekeringan menunjukkan bahwa selama periode 15
tahun, secara administratif tahun 2009 merupakan tahun dengan sebaran kekeringan
tertinggi dengan 43 desa terdampak, sedangkan tahun kekeringan terendah adalah
tahun 2013 dengan 7 desa terdampak. Ditinjau berdasarkan bulan yang sama
didapatkan rerata kekeringan parah tertinggi terjadi pada bulan Oktober yaitu 86
desa dan terendah yaitu bulan Februari dengan jumlah 2 desa. Sementara itu,
ditinjau dari durasi kekeringan parah terpanjang yaitu tahun 2017 dengan total 11
bulan kekeringan, sedangkan bulan Agustus, September, dan Oktober termasuk
bulan dengan frekuensi kekeringan tertinggi selama 15 tahun data dimana selalu
terjadi kekeringan setiap tahunnya. Hasil validasi pemetaan kekeringan didapatkan
persentase kesesuaian sebesar 71,43%, hal ini mengindikasikan bahwa bendung di
sekitar desa yang mengalami kekeringan menurut data BPBD Kabupaten
Bondowoso dapat menjadi parameter yang cukup baik dalam menilai kekeringan
hidrologis yang dialami oleh suatu wilayah.
Collections
- UT-Faculty of Engineering [4096]