dc.description.abstract | Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang tidak ditularkan. Penyakit ini terjadi karena adanya gangguan sistem metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam plasma atau disebut hiperglikemia. Kondisi diabetes terjadi ketika hormon insulin tidak cukup dihasilkan oleh tubuh atau terjadi resistensi insulin. Efek jangka panjang jika tidak segera ditangani dapat berujung pada komplikasi kronis diabetes, seperti komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular. DM diklasifikasikan menjadi 4 tipe berdasarkan penyebabnya antara lain, Diabetes Melitus tipe 1 (DM tipe 1), Diabetes Melitus tipe 2 (DM tipe 2), Gestasional Diabetes Melitus (GDM), dan diabetes melitus spesifik. Presentase kejadian pada DM tipe 2 lebih sering terjadi, dengan jumlah kasus sebesar 95% dari tipe DM yang ada. Pada DM tipe 2 pilihan terapi yang dapat dilakukan salah satunya dengan menekan hiperglikemia postprandial, yaitu dengan penghambatan pada enzim α-amilase dan α-glukosidase sehingga proses pencernaan karbohidrat menjadi tertunda. Enzim α-amilase dan α-glukosidase dapat dihambat dengan agen terapi oral antidiabetes yaitu akarbosa.
Sayuran diketahui mengandung senyawa flavonoid, banyak penelitian yang mendukung bahwa senyawa flavonoid umumnya diketahui memiliki mekanisme kerja mirip dengan obat akarbosa. Sayuran yang jarang diketahui masyarakat untuk dapat dikonsumsi adalah bagian bunganya. Pada bagian bunga juga mengandung senyawa flavonoid yang berfungsi memberikan pigmentasi. Berdasarkan studi pustaka jenis bunga yang dapat dikonsumsi sebagai sayuran dan dilaporkan memiliki aktivitas antidiabetes antara lain, bunga telang (Clitoria ternatea), bunga kecombrang (Etlingera elatior), dan bunga pepaya (Carica papaya). Hal tersebut mendukung penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan nilai fungsional dan kebermanfaatan sayuran di Indonesia sebagai agen komplementer pengobatan antidiabetes.
Metode ekstraksi yang digunakan adalah gabungan dari metode Ultrasonic-assisted extraction (UAE) dan maserasi dengan pelarut etanol 99,7%. Uji aktivitas penghambatan enzim α-amilase dan α-glukosidase ditentukan dengan menggunakan parameter nilai IC50 menggunakan prinsip kolorimetri yang dibaca pada ELISA reader. Ketika nilai IC50 semakin kecil, maka semakin kuat aktivitas penghambatan terhadap aktivitas enzim enzim α-amilase dan α-glukosidase. Akarbosa digunakan sebagai kontrol positif.
Hasil uji aktivitas penghambatan enzim α-amilase oleh akarbosa, ekstrak etanol bunga telang, kecombrang, dan pepaya memiliki nilai IC50 berturut-turut sebesar 72,626 ± 0,925 μg/mL; 700,662 ± 14,617 μg/mL; 633,861 ± 5,697 μg/mL; 805,066 ± 23,277. Hasil uji one-way ANOVA menyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara akarbosa, ekstrak etanol bunga telang, kecombrang, dan pepaya dengan nilai p<0,001. Berdasarkan uji lanjut post hoc LSD diketahui bahwa
akarbosa memiliki aktivitas yang lebih kuat daripada sampel ekstrak. Ekstrak etanol bunga kecombrang memiliki aktivitas penghambatan yang paling baik, sedangkan diurutan kedua adalah ekstrak etanol bunga telang, diurutan terakhir yang memiliki aktivitas penghambatan paling lemah adalah ekstrak etanol bunga pepaya. Hasil uji aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase oleh akarbosa, ekstrak etanol bunga telang, kecombrang, dan pepaya memiliki nilai IC50 berturut-turut sebesar 63,594 ± 2,867; 615, 310 ± 11,756 μg/mL; 461,810 ± 27,934 μg/mL; dan 591,407 ± 27,764 μg/mL. Hasil uji one-way ANOVA menyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara akarbosa, ekstrak etanol bunga telang, kecombrang, dan pepaya dengan nilai p<0,001. Berdasarkan uji lanjut post hoc LSD diketahui bahwa akarbosa memiliki aktivitas yang lebih kuat daripada sampel ekstrak. Ekstrak etanol bunga kecombrang memiliki aktivitas penghambatan yang paling kuat, sedangkan ekstrak etanol bunga telang dan pepaya aktivitasnya tidak jauh berbeda dalam menghambat enzim α-glukosidase. | en_US |
dc.description.sponsorship | apt. Fransiska M.C, S.Farm., M.,Farm.(Pembimbing I)
apt. Ika P.D, S.Farm., M.Biomed..(Pembimbing II) | en_US |