dc.description.abstract | Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan yang menyebabkan tingginya angka morbiditas dan mortalitas pada manusia. Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh berbagai agen infeksi salah satunya adalah bakteri. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri dapat diterapi menggunakan antibiotik, namun, faktanya penggunaan antibiotik yang kurang tepat banyak terjadi sehingga dapat memberikan ancaman resistensi antibiotik dan pengobatan penyakit infeksi menggunakan antibiotik akan kurang optimal. Salah satu contoh patogen resisten adalah Staphylococcus aureus (S. aureus). Kejadian resistensi antibiotik pada bakteri S. aureus yang disebut Methicillin Resistance Staphylococcus aureus (MRSA) telah banyak dikenal sejak awal tahun 1960, dimana bakteri ini diketahui resisten terhadap beberapa golongan antibiotik. Adanya kejadian resistensi antibiotik pada bakteri ini salah satunya mendasari WHO dalam rencana penanggulangan resistensi antibiotik dengan upaya peningkatan investasi dalam penemuan antibiotik baru yang salah satunya dapat ditemukan dari bahan alam. Salah satu sumber antibiotik baru dapat dijumpai pada metabolit sekunder fungi, dimana selama 50 tahun terakhir fungi diketahui menghasilkan banyak senyawa obat salah satunya antibiotik. Fungi tumbuh beragam di banyak habitat, salah satu habitat fungi yakni pada tanah muara mangrove. Penelitian fungi tanah muara mangrove tergolong masih sedikit padahal kondisi ekstrem daerah mangrove membuat fungi dapat beradaptasi dan bertahan hidup di lingkungan tersebut, sehingga akan menghasilkan metabolit sebagai pertahanan hidupnya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, pada penelitian ini dilakukan isolasi fungi tanah Desa Katialada Gorontalo lokasi tiga serta skrining aktivitas antibakteri terhadap S. aureus. Wilayah ini dipilih karena memiliki hutan mangrove yang sehat di area muara. Sampel tanah muara mangrove yang telah diambil kemudian dikultur dan diisolasi selama 7 – 14 hari. Berdasarkan proses isolasi, didapatkan sembilan
kelompok fungi khamir yaitu IS2-BTG6-1-1(1), IS3-BTG6-1-2-1(2), IS3-BTG6-1-2-2(3), IS3-BTG6-1-3-2(5), IS3-BTG6-1-4(6), IS1-BTG6-2(7), IS2-BTG6-3-1(8), IS3-BTG6-3-2-2(10), IS2-BTG6-3-3(11); dan dua fungi kapang yaitu IS3-BTG6-1-3-1(4) dan IS3-BTG6-3-2-1(9). Semua isolat tersebut dilanjutkan ke pengujian uji kontak untuk proses skrining antibakteria dengan melihat diameter zona bening terhadap bakteri uji S. aureus. Enam kelompok fungi menunjukkan adanya diameter zona bening yang mengindikasikan adanya aktivitas antibakteri. Kultur fungi dilanjutkan hingga proses fermentasi dan ekstraksi etil asetat untuk mendapatkan ekstrak metabolit sekunder fungi yang bertanggung jawab dalam aktivitas antibakteri. Ekstrak etil asetat yang telah didapatkan dilanjutkan hingga proses skrining kandungan senyawa kimia untuk mengetahui golongan keberadaan senyawa kimia pada fungi serta digunakan dalam proses mikrodilusi untuk mengetahui persen penghambatan terhadap bakteri uji S. aureus. Hasil penelitian yang didapat adalah keenam ekstrak fungi tanah muara mengandung senyawa golongan terpenoid. Skrining fitokimia dilakukan dengan metode KLT menggunakan penampak noda tertentu.
Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat fungi tanah muara menunjukkan adanya aktivitas penghambatan terhadap bakteri uji dengan persen penghambatan secara berurutan dari besar ke kecil adalah IS2-BTG6-3-3(11) (59,2 ± 4,8%), IS3-BTG6-1-2-2(3) (47,8 ± 2,6%), IS3-BTG6-1-3-2(5) (42,8 ± 3,1%), IS3-BTG6-1-2-1(2) (41,8 ± 2,9%), IS2-BTG6-3-2-1(9) (41,1 ± 4,4%), dan IS2-BTG6-1-1(1) (34,6 ± 2,4%). Adanya golongan terpenoid yang terdeteksi pada semua ekstrak diduga bertanggung jawab dalam aktivitas antibakteri. | en_US |
dc.description.sponsorship | apt. Bawon Triatmoko, S.Farm., M.Sc (Pembimbing I)
apt. Ari S. N., S.F., GdipSc., M.Sc-Res., Ph.D. (Pembimbing II) | en_US |