Pengaruh Variasi Cylindrical Chamber Design dalam Mendeteksi Aroma Kopi Robusta Sidomulyo dan Bangsalsari Jember terhadap Pola Respon Sensor Gas Array
Abstract
Kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang berperan penting bagi perekonomian Indonesia. Produksi kopi di Indonesia menduduki posisi terbesar keenam setelah kelapa sawit, karet, kelapa, tebu, dan kakao. Salah satu daerah penghasil kopi terbesar di Jawa Timur yaitu Kabupaten Jember dengan total luas perkebunan mencapai 18.321 ha. Daerah terluas terdapat di Kecamatan Silo dengan luas area 2.133 ha. Kopi mempunyai aroma khas yang berbeda-beda pada setiap jenis dan daerahnya. Pendeteksian aroma kopi yang dapat dilakukan untuk mendapatkan hasil yang efektif dengan tingkat keakuratan yang tinggi yaitu menggunakan electronic nose (hidung elektronik) berupa sensor array. Electronic nose merupakan instrumen pintar yang dirancang untuk mendeteksi dan membedakan bau yang kompleks menggunakan berbagai sensor. Sensor yang digunakan terdiri dari delapan sensor gas MQ, diantaranya yaitu MQ-136, MQ-135, MQ-2, MQ-3, MQ-6, MQ-7, MQ-8, dan MQ-9.
Karakteristik kinerja pola respon sensor yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh desain chamber, volume chamber, dan posisi inlet-outlet, serta peletakan susunan sensor. Penelitian ini menggunakan cylindrical chamber dan ring chamber design sebagai penentuan karakteristik pola respon sensor terhadap aroma kopi Robusta Sidomulyo dan Bangsalsari berdasarkan variasi chamber. Desain cylindrical chamber pada penelitian ini yaitu terdiri dari tiga tipe. Ketiga tipe tersebut berbeda pada posisi inlet (jalur masuk gas) dan outlet (jalur keluar gas), serta posisi peletakan sensornya. Ketiga tipe cylindrical chamber yang digunakan diantaranya chamber 1, chamber 2, dan chamber 3. Desain ring chamber yang digunakan merupakan desain chamber penelitian sebelumnya atau chamber 4.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi chamber memberikan pengaruh terhadap hasil karakteristik pola respon sensor aroma kopi Robusta Sidomulyo dan Bangsalsari, diantaranya meliputi waktu respon sensor dan waktu gas untuk mencapai kondisi stabil (steady state) dalam mendeteksi aroma kopi, serta intensitas tegangan. Berdasarkan waktu respon sensor dalam mendeteksi aroma kopi dan waktu gas untuk mencapai kondisi stabil (steady state) yaitu paling cepat chamber 4, diikuti chamber 1, chamber 2, dan terakhir chamber 3. Berdasarkan intensitas tegangan yang dihasilkan yaitu chamber 1 mempunyai intensitas tegangan cenderung lebih tinggi dibandingkan chamber 2, diikuti chamber 3, dan terakhir chamber 4. Hasil analisis PCA menunjukkan bahwa chamber 1, 3, dan 4 mampu membedakan karakteristik pola respon sensor yang dihasilkan dari pengukuran aroma kopi Robusta Sidomulyo dan Bangsalsari, dibandingkan chamber 2. Hal ini berdasarkan dari nilai jarak euclidean yang dihasilkan. Nilai jarak euclidean antar chamber pada setiap masing-masing sampel kopi Robusta Sidomulyo dan Bangsalsari yaitu berturut-turut dari chamber 1, 2, 3, dan 4 sebesar 0,17; 0,10; 0,34; dan 0,11.
Chamber optimum yang diperoleh yaitu chamber 1 dikarenakan lebih dominan menunjukkan kelebihan dari beberapa parameter pendukungnya dibandingkan chamber 2, 3, dan 4. Chamber 1 mempunyai waktu respon sensor yang cepat dalam mendeteksi aroma kopi, intensitas tegangan yang dihasilkan juga paling tinggi dibandingkan chamber lainnya, serta chamber 1 mampu membedakan karakteristik pola respon sensor yang dihasilkan dari pengukuran aroma kopi Robusta Sidomulyo dan Bangsalsari yang dilihat dari nilai jarak euclidean yang jauh berdasarkan hasil analisis PCA.
Kinerja sensor berdasarkan uji repeatability yaitu chamber 1 dan 4 memiliki nilai %RSD (<5%), sedangkan chamber 2 dan 3 (>5% atau <6%). Hasil uji reproducibility yaitu chamber 1 memiliki nilai %RSD (7-20%) dan chamber 4 (9-18%) atau < 20% yang menunjukkan bahwa kinerja sensornya baik, sedangkan chamber 2 memiliki nilai %RSD (8-24%) dan chamber 3 (6-24%) atau > 20% atau < 24% yang menunjukkan bahwa kinerja sensornya kurang baik.