Generasi Millenial Dan Hoax: Pemuda Nahdlatul Ulama Dan Pembacaan Berita Politik Dalam Pesan Whatsapp
Abstract
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh timbulnya keresahan terhadap hoax khususnya di kalangan anak muda. Konteks agama yang sering dikaitkan dengan politik dalam persebaran hoax menimbulkan berbagai reaksi dan sikap, terutama dari pemuda-pemuda Islam yang seringkali disinggung agamanya. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa, turut berperan dalam kelangsungan demokrasi di Indonesia sehingga aktivitasnya dalam mengolah dan menggunakan media serta cara mereka menyikapinya menjadi poin penting untuk dianalisa. Oleh karena itu, cara anggota IPNU-IPPNU Jember menginterpretasi dan memfilter berita serta informasi yang mereka dapatkan dianggap sangat penting. Mengingat sebagian besar pemuda yang tergabung dalam organisasi tersebut merupakan generasi milenial yang dekat dengan teknologi. WhatsApp menjadi media yang digunakan para pemuda Nahdlatul Ulama yang tergabung dalam IPNU-IPPNU sebagai sarana komunikasi. Aplikasi pesan instan tersebut seringkali digunakan untuk berdiskusi, termasuk untuk mendiskusikan berbagai berita atau informasi yang mereka dapatkan.
Penelitian ini menggunakan konsep teori yang dikemukakan oleh Marshall Mcluhan, The Medium is The Message. Dalam teorinya tersebut, Mcluhan mengatakan bahwa “medium is extention of ourselves” atau medium merupakan perpanjangan dari diri kita. Sama halnya seperti kamera yang merupakan perpanjangan dari mata ataupun buku yang mengantarkan kita pada wawasan yang lebih luas. Mcluhan juga memaparkan tentang The Medium is Te Message yang berarti medium merupakan pesan itu sendiri. Masyarakat seringkali menganggap konten yang disajikan oleh medium merupakan pesan yang akan
viii
disampaikan, sementara menurut Mcluhan konten yang disajikan oleh medium hanyalah alat yang digunakan untuk mengalihkan pesan yang terdapat pada medium itu sendiri. Medium yang dimaksud oleh Mcluhan dalam hal ini adalah teknologi, di mana teknologi memiliki konsekuensi yakni membentuk, mengubah, maupun menggerakkan masyarakat.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis wacana kritis oleh Sara Mills. Dalam penerapan metode ini, Mills membagi aktor-aktor dalam teks ke dalam beberapa posisi, yakni posisi subjek, posisi objek, dan posisi pembaca. Untuk menganalisis posisi subjek dapat dilakukan dengan mencari tahu siapa aktor yang lebih ditonjolkan dalam teks. Satu pihak mempunyai posisi sebagai penafsir sementara pihak lain menjadi objek yang ditafisrkan. Mills tidak hanya menganalisa teks pada posisi subjek dan objek saja, melainkan juga melihat posisi pembaca yang ditampilkan olehh penulis. Dalam penelitian ini, posisi pembaca tidak hanya dianalisa pada tataran teks, anggota IPNU-IPPNU Jember sebagai subjek penelitian turut dilibatkan dalam menginterpretasi teks atau artikel yang mereka dapatkan dari pesan WhatsApp.