dc.description.abstract | CARA pandang dan pola komunikasi masyarakat, baik kalangan birokrasi, akademisi, pelaku usaha, dan kelompok kepentingan maupun masyarakat sipil perlu berubah menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Belum banyak yang melihat era Komunitas ASEAN sebagai peluang. Guido Benny dan Kamarulnizam Abdullah dalam Journal of Current Southeast Asian Affairs (2011) melihat kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai ASEAN masih sangat terbatas. Selain itu, Global Competitive Index oleh World Economic Forum menempatkan Indonesia pada urutan ke 50, di bawah sebagian negara ASEAN (Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand). Tanpa menyiapkan perubahan mind-set terutama pola komunikasi masyarakat tersebut, Indonesia akan lebih tertinggal. Joseph S. Nye menyatakan bahwa kemampuan untuk mempengaruhi negara lain terkait dengan mengembangkan soft power pada negara tersebut didasarkan pada kebudayaan, ideologi, dan institusi. Terdapat tiga sumber utama dari soft power sebuah negara, yaitu budaya, nilai politik, dan kebijakan luar negeri. Setiap sumber tersebut diperlukan pola komunikasi yang signifikan untuk meningkatkan soft power Indonesia agar dapat berdaya saing dengan negara-negara lain. Kajian ini berupaya menelaah relasi dan wacana komunikasi soft power Indonesia menghadapi Komunitas ASEAN 2015. Relasi dan wacana komunikasi antara media, kekuasaan politik, kekuatan korporasi dan masyarakat sipil berandil besar menjadi diplomasi budaya di era komodifikasi informasi yang makin bebas dan terbuka. Melalui telaah kualitatif yang mengacu kepada critical theory (Juergen Habermas dan Vincent Mosco) maka, desain soft power Indonesia diharapkan dapat terumuskan dengan baik. | en_US |