Analisis Perkembangan Emosi Anak Autis Usia 4-5 Tahun
Abstract
Perkembangan emosi ini sangat penting untuk dikembangkan pada setiap masing-masing anak didik. Apalagi anak berkebutuhan khusus, salah satunya yaitu anak autis. Menurut Casteli (2005:2) bahwa anak autis mengalami ketidakmampuan untuk melakukan kontak afeksi dengan orang lain, sulit membaca ekspresi orang lain, mengalami kesulitan mengenali bentuk-bentuk emosi dasar, dan kesulitan dalam mengekspresikan emosinya. Berdasarkan hasil observasi awal, gangguan perkembangan yang dialami oleh anak autis di Kelompok Bermain Islam Cahaya Nurani Jember lebih menonjol pada gangguan perkembangan emosi. Hal ini dapat dilihat selama berada di sekolah, anak autis cenderung mengalami ketidakstabilan emosi. Antara satu anak autis dengan anak autis yang lainnya mengalami ketidakstabilan emosi yang berbeda pada waktu tertentu. Terkadang anak autis tiba-tiba tertawa tanpa sebab yang jelas, terkadang juga anak autis ini tiba-tiba menangis sangat histeris, dan cara anak autis untuk mengekspresikan perasaannya juga tidak dapat diprediksi sehingga ketika anak autis marah atau jengkel maka anak autis tersebut akan menyakiti dirinya sendiri dengan berbagai cara misalnya yaitu dengan memukul anggota tubuhnya, bahkan ada juga yang menyakiti orang lain dengan cara memukul apabila temannya menggodanya, baik itu pada saat kegiatan pembelajaran maupun pada saat istirahat. Berdasarkan uraian tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah perkembangan emosi anak autis usia 4-5 tahun? Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang perkembangan emosi anak autis usia 4-5 tahun.
Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian deskriptif kualitatif, yang dilakukan di Kelompok Bermain Islam Cahaya Nurani Jember selama 5 minggu.
x
Sumber data yang diperoleh dari informan yaitu anak autis, guru pendamping khusus, dan orangtua. Metode pengumpulan data dilakukan melalui metode observasi (checklist dan catatan lapangan), wawancara, dan metode dokumentasi. Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data melalui empat tahapan yaitu proses pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian di KB Islam Cahaya Nurani Jember, pertama anak autissudah dapat mengenali bentuk-bentuk emosi dasar seperti gembira, marah, takut, dan sedih. Meskipun ada yang hanya menonjol pada salah satu emosi akan tetapi emosi yang lain tetap ditunjukkan baik dalam kategori berat, sedang, dan ringan. Kedua, dalam hal respon emosi terhadap situasi dan orang lain juga sudah muncul semua baik anak autis dalam kategori berat, sedang, dan ringan. Untuk autis kategori berat sumber stimulus yang paling utama yaitu stimulus sensorik dan objek atau benda. Untuk autis kategori sedang sumber stimulus yang menjadi penyebab utama yaitu kegiatan bermain dan melihat hal-hal yang terbaru. Sedangkan untuk autis kategori ringan yang menjadi penyebab utama yaitu stimulus interaksi dengan teman sebayanya. Ketiga, dalam hal regulasi emosi dibagi menjadi dua yaitu regulasi internal dan regulasi eksternal. Untuk anak autis kategori berat, cenderung mengendalikan emosinya dengan menyibukkan diri dengan alat mainannya, berusaha menghentikan suara ataupun benda yang tidak menyenangkan. Untuk anak autis kategori sedang dalam mengendalikan emosi yaitu dengan gerakan stereotipik atau menyibukkan diri dengan alat mainannya. Sedangkan untuk autis kategori ringan dalam mengendalikan emosi yaitu bermain dengan temannya, menyibukkan diri dengan alat mainannya dan menyendiri di pojok ruangan. Untuk pengendalian eksternal, guru pendamping khusus dalam mengendalikan emosi pada saat marah, baik itu kategori berat, sedang, dan ringan yaitu dipeluk sambil dielus-elus kepalanya. Saran yang dapat diberikan yaitu orangtua harus berkerja sama dengan guru pendamping khusus, karena meskipun anak sudah belajar di sekolah tetapi di rumah tidak diajarkan lagi maka anak tidak akan berkembang, ini disebabkan karena anak autis membutuhkan kebiasaan belajar yang harus di ulang-ulang.