TINGKAT TUTUR BAHASA MADURA DI KECAMATAN WRINGIN KABUPATEN BONDOWOSO
Abstract
ingkat tutur merupakan salah satu variasi bahasa. Tingkat tutur bahasa
Madura merupakan tata cara masyarakat Madura menunjukkan kesopanannya
pada lawan tutur. Penggunaan tingkat tutur bahasa Madura mulai mengalami
pergeseran. Hal ini dibuktikan dengan menurunnya penggunaan tingkat tutur
èngghi bhunten yang terbatas di wilayah pesantren. Tingkat tutur ini perlu
dilestarikan agar budaya sopan tetap terpelihara dan tidak mengalami kepunahan.
Tujuan penelitian untuk mengetahui kaidah tingkat tutur berupa: (1) deskripsi
leksikon tingkat tutur, (2) deskripsi formulasi tingkat tutur, (3) deskripsi
pemakaian tingkat tutur. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan
sebagai upaya pelestarian tingkat tutur dan pengayaan bahan ajar bahasa Madura
bagi siswa.
Penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap yaitu tahap penyediaan data,
tahap analisis data, dan tahap penyajian data. Tahap penyediaan dilakukan dengan
empat teknik yaitu: (1) teknik cakap semuka, untuk mengumpulkan data berupa
keterangan informan mengenai pemakaian tingkat tutur, (2) teknik cakap
tansemuka berupa daftar tanyaan mengenai leksikon tingkat tutur dan kalimat
bahasa Indonesia yang harus diterjemahkan dalam tingkat tutur bahasa Madura,
(3) teknik catat, dan (4) teknik rekam untuk memudahkan pembuatan transkripsi
data. Tahap analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan referensial
dan sosiolinguistik dengan memadankan penggunaan tingkat tutur dan faktor
pemilihan tingkat tutur. Tahap penyajian data dilakukan dengan metode formal
dan informal.
Jumlah informan dalam penelitian ini berjumlah tiga orang dengan
penambahan tiga orang sebagai informan tambahan. Penelitian ini dilaksanakan di
Kecamatan Wringin Kabupaten Bondowoso. Daftar tanyaan yang digunakan
vii
berupa dua jenis yaitu leksikon dan kalimat berbahasa Indonesia yang harus
diubah ke dalam tiga jenis tingkat tutur yaitu enjâ’ iyâ, engghi enten, dan èngghi
bhunten. Penulisan data dilakukan dengan transkripsi ortografis yang disesuaikan
dengan EYD bahasa Madura.
Pengklasifikasian leksikon tingkat tutur dilakukan berdasarkan kelas kata.
Dalam bahasa Madura, tidak semua kelas kata memiliki tingkat tutur. Jenis kelas
kata yang sama sekali tidak memiliki tingkat tutur, yaitu numeralia, artikula,
interjeksi, nomina berupa bahan, nomina berupa alat pertukangan, nomina berupa
perhiasan dan ajektiva berupa warna.
Penelitian ini menemukan tiga jenis tingkat tutur yang masing-masing
tingkat tutur memiliki tiga subtingkat tutur yaitu (1) enjâ’ iyâ: EI mandhâ’, EI
tengnga’an, EI tèngghi; (2) engghi enten: EE mandhâ’,EE tengnga’an, EE
tèngghi; (3) èngghi bhunten: EB mandhâ’, EB tengnga’an, EB tèngghi.
Pengklasifikasian jenis tingkat tutur tersebut didasarkan dengan pemakaian dan
jenis partisipan.
Rumusan subtingkat tutur bahasa Madura di Kecamatan Wringin
Kabupaten Bondowoso sebagai berikut. (1) EI mandhâ’ dirumuskan dalam bentuk
EI + EI, (2) EI tengnga’an berbentuk EI + EE, (3) EI tèngghi dirumuskan dengan
EI + EB, (4) EE mandhâ’ dengan rumus EE + EI, (5) EE tengnga’an dengan
bentuk EE + EE, (6) EE tèngghi dirumuskan dalam bentuk EE + EB, (7) EB
mandhâ’ dirumuskan dengan EB + EI, (8) EB tengnga’an berbentuk EB + EE, (9)
EB tèngghi dengan rumus EB + EB. EI digunakan oleh O1 dan O2 yang status
sosialnya sejajar dan hubungan sosialnya akrab atau O1 yang status sosialnya
lebih tinggi daripada O2. EE digunakan oleh O1 dan O2 yang status sosialnya
sejajar tetapi hubungan sosialnya kurang akrab atau O1 yang status sosialnya
sedikit lebih rendah daripada O2. EB digunakan oleh O1 yang status sosialnya
sejajar (sama-sama sangat tinggi) tetapi hubungan sosialnya tidak akrab atau O1
yang status sosialnya jauh lebih rendah daripada O2 dan hubungan sosialnya tidak