Show simple item record

dc.contributor.advisor. KHOIDIN, H.M
dc.contributor.advisorFAHAMSYAH, Ermanto
dc.contributor.authorRACHMATULLAH, Lalu Rizky
dc.date.accessioned2020-12-23T04:01:23Z
dc.date.available2020-12-23T04:01:23Z
dc.date.issued2020
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/102905
dc.description.abstractBerdasarkan Pasal 37 ayat (4) dan (5) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 telah memberikan kesempatan atau peluang bagi Notaris Indonesia untuk menjadi pembuat akta ikrar wakaf. Maksud dari kesempatan atau peluang disini kemungkinan adalah Notaris dapat memberikan pelayanan pembuatan akta ikrar wakaf, asalkan telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri Agama Republik Indonesia. Terkait demikian tidak setiap notaris dapat menjadi pembuat akta ikrar wakaf ini, namun notaris-notaris yang telah memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Agama Republik Indonesia yang dapat ditunjuk sebagai pembuat akta ikrar wakaf. Pasal 37 ayat (3) dan (4) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006, juga memberikan kesempatan bagi para wakif untuk dapat membuat akta ikrar wakafnya dihadapan Notaris, dan tidak harus dihadapan KUA. Dengan perkataan lain kewenangan membuat akta ikrar wakaf tidak hanya kewenangan dari Kantor Urusan Agama (KUA) melainkan juga dapat diserahkan kepada Notaris yang telah memenuhi syarat, sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 15 ayat (3) Undang Undang Jabatan Notaris bahwa notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan Berdasarkan beberapa hal tersebut di atas penulis menidentifikasikan beberapa rumusan masalah antara lain : (1) ratio legis pengaturan kewenangan notaris dalam membuat akta ikrar wakaf dalam pelaksanaan wakaf ; (2) syarat pengaturan notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf dalam Undang Undang Jabatan Notaris; dan (3) pengaturan kedepan terhadap pelaksanaan kewenangan notaris dalam pembuatan akta ikrar wakaf. Tipe penelitian yang digunakan dalam penyelesaian tesis ini adalah tipe penelitian yuridis normatif. Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, maka metodologi dalam penelitian tesis ini menggunakan 3 (tiga) macam pendekatan, yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approarch) serta pendekatan sejarah. Dalam pengumpulan bahan hukum ini penulis menggunakan metode atau cara dengan mengklasifikasikan, mengkategorisasikan dan menginventarisasi bahan-bahan hukum yang dipakai dalam menganalisis dan memecahkan permasalahan. Berdasarkan hasil kajian yang diperoleh bahwa : Pertama, Ratio legis pengaturan kewenangan notaris dalam membuat akta ikrar wakaf bahwasanya Notaris sebagai pejabat umum yang mempunyai suatu kewenangan umum sepanjang tidak dikecualikan kepada pejabat lain menurut undang-undang. Kewenangan ini perlu dilihat dalam realitanya terkait penggunan Notaris dalam menjalankan jabatannya selain sebagai pejabat umum juga sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf. Posisi Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf secara administratif sangat penting dan strategis, yaitu untuk kepentingan pengamanan harta benda wakaf dari sisi hukum, khususnya dari sengketa dan perbuatan pihak ketiga yang tidak bertanggung jawab untuk itu PPAIW harus selalu bertindak amanah dalam menjalankan jabatannya. Kedua, Ketentuan persyaratan Notaris untuk menjadi Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) ini dijelaskan di dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perwakafan Benda Tidak Bergerak dan Bergerak Selain Uang Pasal 27 bahwa Notaris ditetapkan menjadi PPAIW dengan Keputusan Menteri. Persyaratan notaris untuk dapat ditetapkan menjadi PPAIW adalah : Beragama Islam; Amanah; dan Memiliki sertifikat kompetensi di bidang perwakafan yang diterbitkan oleh Kementerian Agama. Notaris sebagaimana dimaksud dapat diangkat menjadi PPAIW setelah mengajukan permohonan kepada Menteri. Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak semua Notaris dapat menjadi Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf sebagaimana dijelaskan dalam pasal tersebut. Ketiga, Akta otentik sebagai produk notaris dalam pembuktian di persidangan dikategorikan sebagai alat bukti surat. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang Undang Jabatan Notaris. Kewenangan membuat akta otentik ini merupakan permintaan para pihak, sepanjang tidak bertentangan dengan Pasal 1320 KUH Perdata. Atas dasar kewenangan tersebut, dalam menjalankan tugas dan kewajibannya notaris dituntut untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan pelayanan yang profesional. Berdasarkan hal itu, dalam perkara perdata akta otentik yang dikeluarkan oleh notaris sebagai pejabat yang di angkat oleh pemerintah merupakan alat bukti yang bersifat mengikat dan memaksa, mengandung maksud hakim harus membenarkan akta otentik tersebut. Adapun akta notaris batal demi hukum apabila tidak memenuhi syarat subyektif dan syarat obyektif. Terkait keberadaan akta otentik tersebut adalah keberadaan akta ikrar wakaf. Salah satu unsur penting dalam perwakafan adalah “ikrar wakaf”. Ikrar wakaf merupakan pernyataan dari orang yang berwakaf (wakif) kepada pengelola/ manajemen wakaf (nadzir) tentang kehendaknya untuk mewakafkan harta yang dimilikinya guna kepentingan/tujuan tertentu. Perwakafan tanpa ikrar wakaf tentunya akan mengakibatkan tidak terpenuhinya unsur perwakafan. Kalau unsur perwakafan tidak terpenuhi, maka secara hukum otomatis perwakafan tersebut dapat dikatakan tidak pernah ada. Untuk membuktikan adanya ikrar wakaf, adalah dengan cara menuangkan ikrar wakaf tersebut kedalam Akta Ikrar Wakaf (AIW) yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW). Berdasarkan hasil kajian tersebut penulis memberikan saran, antara lain : Pelaksanaan wakaf dapat efektif dilaksanakan di masyarakat karena banyak mengandung nilai positif bagi pembangunan Islam. Guna menanggulangi hambatan dalam pelaksanaan hak dan kewajiban nadzir, disamping dibentuk Perwakilan Badan Wakaf Indonesia juga perlu ada sosialisasi kepada masyarakat tentang pengetahuan wakaf bahwa wakaf tidak saja dapat berupa benda bergerak tapi dapat berwujud benda tidak bergerak sehingga masyarakat dapat mewakafkan miliknya seperti dalam ketentuan Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf atau disingkat dengan PPAIW menurut Ketentuan Umum UndangUndang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf adalah pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri Agama Republik Indonesia untuk membuat Akta Ikrar Wakaf (AIW). Dilihat dari pelaksanaanya masih jarang notaris yang mempunyai kewenangan sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf dikarenakan belum ada Notaris d yang menerima sertifikasi terkait jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf. Aturan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang telah berjalan belum dapat dijalankan semestinya aturan hukum yang berlaku.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries160720201006;
dc.subjectHukumen_US
dc.subjectKewenanganen_US
dc.subjectNotarisen_US
dc.subjectAkta Ikrar Wakafen_US
dc.titlePrinsip Hukum Terhadap Kewenangan Notaris Dalam Pembuatan Akta Ikrar Wakafen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record