dc.description.abstract | Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang diatur dalam Pasal 15
Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 menentukan adanya batas waktu yakni 1
(satu) bulan untuk hak atas tanah yang sudah terdaftar dan 3 (tiga) bulan untuk
hak atas tanah yang belum terdaftar, namun ketentuan-ketentuan ini tidak berlaku
terhadap jenis-jenis kredit tertentu sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala BPN nomor 4 Tahun 1996 yang diantaranya
menentukan bahwa terhadap jenis-jenis kredit tertentu Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan (selanjutnya disebut SKMHT) berlaku sampai
saat berakhirnya perjanjian kredit. Hal ini menunjukkan perhatian pemerintah
dalam memberikan perlindungan terhadap masyarakat golongan ekonomi lemah
yang membutuhkan kredit, terutama dalam hal Kredit Pemilikan Rumah, hal ini
tentu saja untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
menciptakan keadilan, dengan harapan mampu mencapai kemakmuran dan
kesejahteraan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia, yang merupakan salah satu
tujuan Nasional Indonesia.
Menilik latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk menelaah secara
hukum dari segi peraturan-peraturan hukumnya mengenai SKMHT pada
perjanjian Kredit Pemilikan Rumah yang erat kaitannya dengan penetapan batas
waktu SKMHT. Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah
yuridis normatif, sedangkan tujuan yang hendak dicapai adalah mengkaji dan
menganalisa tentang prinsip hukum perjanjian pokok dan perjanjian tambahan
pada perjanjian Kredit Pemilikan Rumah, mengkaji dan menganalisa dasar filosofi
penetapan batas waktu SKMHT dan akibat hukum bagi krditur jika SKMHT tidak
ditindaklanjuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (Selanjutnya
disebut APHT). Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, maka metodologi dalam
penelitian tesis ini menggunakan tiga pendekatan, yakni pendekatan Undangundang
(statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) dan
pendekatan historis (historical approach), sedangkan pengumpulan bahan hukum
ini penulis menggunakan metode atau cara dengan mengklasifikasikan,
mengindentifikasikan, mengkategorisasikan dan menginventarisasikan bahanbahan
hukum
yang
dipakai
dalam
mengkaji
dan
menganalisa
permasalahan.
Pembahasan dalam tesis ini meliputi prinsip hukum perjanjian pokok dan
perjanjian tambahan pada kredit pemilikan rumah, dasar filosofi penetapan batas
waktu SKMHT dan yang terakhir mengenai akibat hukum bagi kreditur jika
SKMHT tidak ditindaklanjuti dengan pembuatan APHT. Hasil dari pembahasan
ini bahwa perjanjian tambahan merupakan perjanjian acessoir artinya artinya ada
dan berakhirnya perjanjian jaminan tergantung dari perjanjian pokok (perjanjian
kredit), hal ini adalah sesuai dengan pengertian dari Pasal 10 ayat (1) Undangundang
Hak Tanggungan, sedangkan dasar filosofi penetapan batas waktu
SKMHT selain untuk memberikan kepastian hukum juga untuk menciptakan
keadilan bagi para pihak dan memberikan kemanfaatan terutama untuk
masyarakat golongan ekonomi lemah, dan akibat hukum bagi kreditur jika
SKMHT tidak ditindaklanjuti dengan pembuatan APHT mengakibatkan kreditur
x
sebagai kreditur konkuren yang mempunyai hak yang sama dan seimbang dengan
kreditur lainnya, karena sebagai pemegang jaminan umum yang di atur dalam
Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata, dan jika terjadi kredit macet bagi kreditur
konkuren maka penyelesainnya melalui gugatan perdata di Pengadilan.
Hasil pembahasan tersebut, memberikan suatu pemahaman pada penulis
untuk memberikan saran pada pembentuk Undang-undang mengenai penetapan
batas waktu SKMHT terhadap tanah yang belum terdaftar wajib diikuti
pembuatan APHT selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah diberikan,
seharusnya batas waktu SKMHT tersebut ditambah bukan lagi 3 (tiga) bulan
melainkan lebih dari itu, karena proses penerbitan sertipikat pada umumnya lebih
dari 3 (tiga) bulan. | en_US |