dc.description.abstract | Tanah mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat, maka
setiap hal yang menyangkut tanah akan menimbulkan suatu masalah yang cukup
rawan, baik mengenai penguasaan pemilikan tanah, penggunaan tanah maupun
masalah dalam lalu lintas hukum hak atas tanah. Oleh karena itu, apabila
permasalahan dibiarkan berkembang dan tidak ditangani secara tuntas dengan
kepastian hukum dapat dikhawatirkan akan menyebabkan suatu keresahan
masyarakat dibidang pertanahan yang dapat meluas pada kehidupan sosial yang
mempengaruhi kestabilan politik.
Kehidupan masyarakat adat sepenuhnya tergantung dengan tanah, tanah
adalah bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat adat dengan segala sumber
daya yang ada didalamnya. Ikatan spiritual dan kultural yang kuat dengan tanah
ini bahkan merupakan salah satu ciri yang paling menonjol yang membedakan
antara masyarakat adat dengan penduduk lokal lainnya yang memandang tanah
hanya semata-mata barang ekonomi.
Undang-Undang Pokok Agraria 1960 (UUPA) telah mencoba
mewujudkan pengakuan hukum adat, yang berarti hukum adat didudukkan dalam
sistem hukum nasional, tetapi dalam praktek penerapan maupun peraturan
turunannya jauh dari kenyataan, disamping itu ketidakjelasan apa yang dimaksud
dengan “hak adat” dan “hak ulayat” didalam UUPA, dan juga tidak adanya
peraturan perundangan mengenai hak adat. Karena tidak ada peraturan mengenai
hak adat maka penguasa (pemerintah) menafsirkan dengan interprestasi melalui
kebijakan. Pemerintah menafsirkan apa yang dikehendakinya maka pemerintah
menjalankan hukum berdasarkan apa yang diperintahkan oleh Undang-Undang,
yang akhirnya terjadi praktek-praktek penghilangan hak adat terhadap tanah dan
kekayaan sumber daya alam yang menyertainya, yang dilakukan oleh pemerintah,
badan-badan pemerintah dan swasta, ini lazim dilakukan oleh pemerintah yang
selalu berlindung pada Pasal 33 (3) UUD 1945 dan kepentingan umum.
Hak tertua dalam Hukum Tanah Adat dikenal dengan Hak Ulayat, Hak ini
diakui dengan tegas di dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UU No.5/1960, LN
1960/104). Dalam Pasal 3 dinyatakan “Dengan mengingat ketentuan-ketentuan
dalam Pasal 1 dan 2, pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dan
masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus
sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara yang
berdasarkan atas persatuan bangsa, serta tidak boleh bertentangan dengan
Undang-Undang dan peraturan-peraturan (hukum) yang lebih tinggi.
Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan yang perlu dibahas dalam
penelit ian ini adalah “Apakah Prinsip Penguasaan Hak Atas Tanah Ulayat pada
Masyarakat Adat Timor Tengah Selatan” menurut peraturan perundangan yang
berlaku di Indonesia.
Tujuan penelitian ini adalah untuk Untuk mengkaji dan menganalisis tentang
penguasaan atas tanah hak ulayat masyarakat adat Timor Tengah Selatan menurut
Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,
Untuk mengkaji dan menganalisis penguasaan atas tanah hak ulayat masyarakat
xii
adat yang dalam pelaksanaannya sering diabaikan oleh pemerintah pusat karena
dianggap akan menghambat pembangunan daerah maupun nasional, Untuk
mengetahui dan menganalisis langkah-langkah apa yang harus dipakai oleh
Pemerintah Timor Tengah Selatan dalam menyelesaikan konflik penguasaan atas
tanah hak ulayat masyarakat adat Timor Tengah Selatan.
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif dengan
menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan
koneptual (conceptual approach), pendekatan komperatif (comparative
approach), pendekatan asas hukum (legal principles approach). Bahan hukum
yang digunakan yaitu bahan hukum primer dan sekunder.
Berdasarkan hasil penelitian, dijelaskan bahwa Prinsip Penguasaan Hak Atas
Tanah Ulayat pada Masyarakat Adat Timor, secara fisik, objek tanah hak ulayat
ada dan diakui dalam masyarakat, namun secara hukum keberadaan dan
penguasaan terhadap tanah hak ulayat ini belum diakui, bahkan oleh Pemerintah
Daerah setempat tidak diakui keberadaannya. Tidak diakuinya Hak Ulayat oleh
Pemerintah Daerah dikarenakan ada konsepsi bahwa banyak failitas-fasilitas
Pemerintah yang dibangun diatas tanah ulayat tersebut, padahal apabila
Pemerintah Daerah mengakui tidaklah berarti aset tersebut akan hilang,
sebaliknya terhadap keadaan ini, Pemerintah Daerah dapat memberikan ganti rugi
berdasarkan hukum adat berupa pergantian tanah kepada masyarakat adat
setempat. | en_US |