Produksi Pengetahuan Seksualitas : Representasi Pelecehan Seksual Remaja Di Puger
Abstract
Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti adalah untuk mendeskripsikan pengetahuan seksualitas remaja di Puger. Selain itu bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis seksualitas remaja dan sexual harassment remaja dengan perspektif foucaultdian. Hasil dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat dua jenis pengetahuan yang dapat dijelaskan. Pertama yaitu pengetahuan seksualitas itu sendiri, dan yang kedua yaitu pengetahuan sexual harassment. Pada pengetahuan seksualitas dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu episteme seksualitas remaja, episteme seksualitas orang tua, dan episteme seksualitas guru.
Episteme seksualitas remaja adalah berhubungan badan/intim, pelecehan, atau suatu hal yang dapat menimbulkan perasaan seperti terangsang ketika menonton video porno/bokep. Kemudian pada episteme seksualitas orang tua yaitu seperti kegiatan yang ada di lokalisasi atau adanya transaksi untuk kepuasan hasrat laki-laki. Selain itu, kegiatan membuat anak atau melakukan hubungan suami istri dapat dikatakan sebagai seksualitas. Selanjutnya episteme seksualitas guru yaitu suatu hal yang mengarah pada hubungan lebih jauh antara laki-laki dan perempuan dan menyebabkan hamil di luar nikah. Gaya pacaran remaja yang berlebihan hingga melakukan hubungan suami istri dapat dikatakan sebagai seksualitas.
Sedangkan pengetahuan sexual harassment pada penelitian ini, dibangun dari episteme sexual harassment remaja, episteme sexual harassment orang tua, dan episteme sexual harassment guru. Pada episteme sexual harassment remaja adalah sesuatu perbuatan yang merugikan serta lebih mengarah pada pelecehan suara maupun fisik. Hal ini seperti dipegang bagian tubuh tertentu, alat kelamin, pantat, atau lainnya. Serta pelecehan verbal seperti “lonte” maupun “purel”. Pada episteme
viii
sexual harassment orang tua yang menggambarkan pelecehan seperti pemerkosaan. Contoh lainnya dari episteme sexual harassment orang tua yaitu berupa pelecehan fisik seperti disentuh bagian tubuh tertentu atau dipegang payudara secara sengaja oleh orang lain. Selanjutnya pada episteme sexual harassment guru yang menggambarkan pelecehan seperti melecehkan perempuan hingga korban merasa dilecehkan dan menangis. Pelecehan seksual merupakan perbuatan tidak baik pada tingakatan awal seperti pelecehan fisik, sedangkan tingkat atas yaitu pemerkosaan.
Produksi pengetahuan seksualitas yang mengarah pada pelecehan seksual adalah ketika episteme sexual harassment remaja yang menyatakan bahwa ungkapan “senuk” “lonte”, “purel”, atau lainnya sebagai suatu pelecehan. Bahkan kata “sayang” pun dapat menjadi suatu pelecehan. Apabila korban sadar bahwa dirinya telah dilecehkan, maka ungkapan yang diterimanya adalah salah satu bentuk pelecehan verbal. Bukan hanya pelecehan verbal, namun pelecehan fisik pun, dapat dikatakan bukan pelecehan. Hal ini berkaitan dengan bagaimana episteme sexual harassment remaja.
Pada pelecehan fisik, yaitu seperti disentuhnya alat kelamin sebagai suatu pelecehan, lantas hal tersebut akan dianggap sebagai pelecehan. Sedangkan data yang diperoleh dari penelitian ini adalah perilaku menyentuh bagian tubuh tertentu, seperti mulut, dada, pantat, atau lainnya dapat digolongkan dalam bentuk pelecehan fisik. Selain itu episteme sexual harassment orang tua yang mengarah pada pelecehan seksual yaitu berupa pelecehan fisik. Ketika dipegangganya bagian tubuh tertentu, maka dapat disebut sebagai pelecehan seksual. Hal ini sama dengan episteme sexual harassment guru, karena yang mengarah pada pelecehan seksual adalah pelecehan fisik juga.