Pemetaan Maar dan Cinder Cone Wilayah Gunung Lamongan Menggunakan Analisis Power Spectrum dan Upward Continuation pada Data Gravitasi GGMplus
Abstract
Metode gravitasi adalah metode eksplorasi yang mengukur medan gravitasi
pada kelompok titik yang berbeda dalam area tertentu. Metode gravitasi dapat
digunakan untuk mengetahui gambaran struktur bawah permukaan bumi melalui
anomali gravitasi. Data gravitasi yang digunakan pada penelitian ini berupa data
gravitasi satelit yaitu Global Gravity Model Plus (GGMplus). Hasil pengolahan
data gravitasi disebut Anomali Bouger. Anomali Bouger terdiri dari komponen
anomali lokal dan anomali regional. Pemisahan anomali lokal dan anomali regional
dapat dilakukan dengan menghubungkan dua metode filtering yaitu analisis power
spectrum dan upward continuation. Metode analisis power spectrum merupakan
metode filtering yang mengubah domain spasial menjadi domain frekuensi
menggunakan FFT. Metode upward continuation merupakan metode filtering yang
melakukan pengangkatan ABL dengan ketinggian tertentu.
Tujuan dari penelitian yaitu untuk mengetahui struktur bawah permukaan
wilayah Gunung Lamongan berdasarkan data Anomali Bouger Lengkap (ABL)
GGMplus. Penelitian ini bertujuan pula untuk mengetahui peta sebaran keberadaan
cinder cone dan maar dengan menggunakan metode analisis power spectrum dan
metode upward continuation. Data ABL dilakukan interpretasi kualitatif melalui
pembacaan pola anomali yang kemudian dihubungkan dengan tatanan geologinya
dan data-data kebumian lainnya sehingga dapat memberikan gambaran struktur
geologi bawah permukaan bumi. Data ABL masih mengandung data anomali
regional dan anomali lokal. ABL yang telah dibuat konturnya kemudian dibuat
lintasan sayatan penampang. Data anomali gravitasi dari masing-masing lintasan
sayatan ditransformasikan dengan menggunakan FFT sehingga didapatkan
bilangan gelombang dan nilai power spectrum beserta grafik hubungan antara
keduanya. Metode analisis power spectrum berhubungan dengan metode upward
continuation. Metode analisis power spectrum memberikan data lebar jendela yang
dijadikan sebagai informasi ketinggian pada metode upward continuation.
Peta kontur ABL menunjukkan rentang nilai medan gravitasi antara -17 mGal
hingga 49 mGal di wilayah Gunung Lamongan. Nilai anomali tinggi menunjukkan
keberadaan Gunung Lamongan yang didominasi oleh batuan intrusif. Nilai medan
gravitasi yang bervariasi disebabkan oleh adanya perbedaan densitas batuan di
bawah permukaan bumi. Nilai medan gravitasi berbanding lurus dengan nilai
densitas batuan. Semakin besar nilai densitas batuan maka semakin besar pula nilai
medan gravitasi. Sebaliknya, semakin kecil nilai densitas batuan maka semakin
kecil pula nilai medan gravitasi. Struktur bawah permukaan wilayah Gunung
Lamongan diduga terdiri atas tuf, lahar, breksi gunungapi, dan lava. Keberadaan
maar dan cinder cone di wilayah Gunung Lamongan dapat dipetakan dari kontur
anomali lokal. Kontur anomali lokal diperoleh dari data ABL dengan
menghubungkan dua metode filtering analisis power spectrum dan upward
continuation. Metode analisis power spectrum menghasilkan grafik yang
memberikan informasi kedalaman rata-rata diskontinuitas dalam 3883,9 m dan
diskontinuitas dangkal 344,2 m. Batas antara diskontinuitas dalam dan
diskontinuitas dangkal digunakan untuk menentukan lebar jendela. Besar lebar
jendela rata-rata yaitu 93,71 m. Lebar jendela dijadikan sebagai referensi ketinggian
pada metode upward continuation. Besar ketinggian pada metode upward
continuation yaitu 18742,34 m. Metode upward continuation menghasilkan dua
peta kontur yaitu peta kontur anomali regional dan peta kontur anomali lokal. Peta
kontur anomali regional memiliki nilai dengan interval (22-24) mGal. Nilai tersebut
rentangnya kecil yang menunjukkan bahwa wilayah Gunung Lamongan didominasi
oleh struktur batuan yang hampir sama yaitu batuan aluvial dan batuan beku
Pleistosen-Holosen. Peta kontur anomali lokal memiliki nilai dengan interval -41
mGal hingga 24 mGal. Peta kontur anomali lokal digunakan untuk mengetahui
sebaran maar dan cinder cone. Anomali rendah yang dikelilingi anomali tinggi
menunjukkan keberadaan maar. Anomali rendah yang mengelilingi anomali tinggi
menandakan keberadaan cinder cone. Terdapat 10 cinder cone dan 8 maar yang
tampak pada peta kontur anomali lokal. Keberadaan maar dan cinder cone hanya
tampak beberapa, karena data yang digunakan pada penelitian berupa data sintetis
satelit. Cinder/spatter cone yang tampak diantaranya G. Pakem, G. Yoso, G. Tengu,
G. Dadapsulur, G. Rindang, G. Matruki, G. Melawung (dua kerucut), G. Kidulkali,
G. Ranuwulung, G. Kenek. Maar yang tampak diantaranya dua R. Bedali, R.
Gunungparang, R. Air, R. Gedang, R. Agung, R. Kalianyar, R. Lamongan (atau R.
Klakah).