Peningkatan Jumlah Neutrofil Pada Kornea Tikus Wistar (Rattus Norvegicus) Yang Dipapar Oleh Bioinsektisida Bacillus Thuringiensis
Abstract
Bioinsektisida adalah insektisida baru yang berasal dari makhluk hidup
dan sangat direkomendasikan sebagai pengendali hama tanaman. Mikroorganisme
yang sering dimanfaatkan dalam pembuatan insektisida ini, yaitu Bacillus
thuringiensis (Bt). Bt mengisi 80% produk bioinsektisida yang dikembangkan dari
bakteri Bacillus spp di Indonesia. Di dunia, bioinsektisida Bt mengisi 90-95%
produk bioinsektisida yang dipasarkan di berbagai negara.
Melalui studi pendahuluan, bioinsektisida Bt memiliki sifat asam sehingga
dapat menyebabkan trauma kimia pada mata. Trauma kimia pada kornea dapat
menyebabkan inflamasi yang ditandai dengan infiltrasi neutrofil ke kornea. Saat
terjadi inflamasi, enzim protease akan memicu produksi sitokin proinflamasi yang
menyebabkan neutrofil dari pembuluh darah limbus menginfiltrasi lokasi
inflamasi. Sejauh ini belum ada penelitian mengenai efek paparan bioinsektisida
Bt pada mata secara mikroskopis terutama terhadap peningkatan jumlah neutrofil.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian true experimental dengan
pendekatan post test only control group design. Tujuan penelitian ini, yaitu
menganalisis peningkatan jumlah neutrofil kornea tikus (Rattus norvegicus) strain
wistar yang dipapar oleh bioinsektisida Bt. Jumlah sampel yang digunakan
sebanyak 24 ekor yang dibagi ke dalam 4 kelompok perlakuan. Variabel bebas
dalam penelitian ini ialah bioinsektisida Bt. Variabel terikat pada penelitian ini
ialah jumlah neutrofil.
Aklimatisasi tikus dilakukan selama satu minggu. Tikus diinduksi dengan
larutan bioinsektisida Bt dengan konsentrasi 6 g/L, 8 g/L, dan 10 g/L. Kelompok
kontrol diinduksi dengan normal salin. Semua kelompok diberi larutan sebanyak
3 ml yang dihabiskan selama 2 menit. Setelah diinduksi, mata ditutup dengan
hipafix selama 30 menit. Induksi dilakukan 1 kali per hari selama 7 hari. Tikus yang telah diterminasi kemudian dienukleasi untuk mendapatkan bola mata.
Spesimen dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi RSD Dr. Soebandi untuk
dijadikan preparat dengan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE). Preparat dibaca
oleh 2 pengamat yang telah dilatih oleh ahli patologi anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Jember untuk menghitung jumlah neutrofil rata-rata pada
5 lapang pandang menggunakan mikroskop cahaya yang dilengkapi optilab
dengan perbesaran 400x.
Hasil perhitungan rata-rata jumlah neutrofil tiap lapang pandang paling
rendah terdapat pada kelompok kontrol negatif (0,17±0,16) sedangkan pada
kelompok perlakuan didapatkan jumlah neutrofil secara berurutan dari yang
terbesar pada kelompok perlakuan dengan konsentrasi Bt 8 g/L (P1) sebanyak
0,53±0,49 yang kemudian diikuti konsentrasi 10 g/l (P2) sebanyak 0,4±0,14 dan
konsentrasi 12 g/l (P3) sebanyak 0,38±0,51. Uji normalitas dengan menggunakan
Saphiro-Wilk didapatkan hasil p<0,05 pada beberapa kelompok perlakuan.
Analisis data kemudian dilanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis dengan hasil 0,111
(nilai p>0,05) yang artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar
kelompok. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat
peningkatan jumlah neutrofil pada kornea mata tikus wistar (Rattus norvegicus)
yang dipapar oleh bioinsektisida Bacillus thuringiensis.
Collections
- UT-Faculty of Medical [1487]