Pengaruh Pembentukan Kokristal Atorvastatin-Asam Dipikolinat dengan Metode Liquid Assisted Grinding terhadap Kelarutan dan Disolusi
Abstract
Bahan aktif obat (BAO) sebagian besar memiliki sifat sulit larut sehingga
memerlukan upaya untuk meingkatkan kelarutannya. Kelarutan merupakan salah
satu parameter fisikokimia yang menentukan jumlah konsentrasi obat dalam
sirkulasi sistemik sehingga memberikan efek farmakologis yang efektif. Kelarutan
juga berperan dalam pengontrolan laju absorbsi obat, apabila partikel obat relatif
tidak larut maka absorbsi menjadi tidak sempurna sehingga respon terapetik yang
dihasilkan minimum.
Atorvastatin kalsium merupakan generasi kedua golongan statin yang
paling efektif untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Pada sistem
biopharmaceutical classification system (BCS) atorvastatin kalsium termasuk
obat golongan II yaitu obat dengan kelarutan rendah namun permeabilitasnya
tinggi. Kokristal merupakan suatu sistem termodifikasi dimana terdiri dari dua
atau lebih molekul senyawa berupa obat dan koformer yang berada pada satu kisi
kristal yang sama. Modifikasi kokristal dapat memperbaiki kelarutan, laju
disolusi, bioavailabilitas serta stabilitas zat aktif. Pada penelitian ini pembentukan
kokristal berasal dari bahan aktif atorvastatin kalsium trihidrat, koformer asam
dipikolinat, dan pelarut berupa metanol dengan metode liquid assisted grinding
(LAG).
Karakterisasi kokristal atorvastatin-asam dipikolinat dengan PXRD
menghasilkan fase kristalin baru yang ditunjukkan dengan adanya puncak-puncak
difraksi 2θ spesifik pada 16,69˚; 17,99˚; 19,11˚; 21,23˚; dan 22,38˚. Adanya
puncak difraksi yang baru dan berbeda dari pola difraksi bahan awal maupun
koformer secara spesifik menunjukkan jika sampel kokristal atorvastatin-asam
dipikolinat membentuk fase kristalin yang baru dengan pola kisi kristal yang
berbeda dari bahan awal.
viii
Karakterisasi dengan DSC sampel kokristal atorvastatin-asam dipikolinat
yang terbentuk hanya memiliki satu puncak endotermik pada suhu 181,90˚C
dengan entalpi peleburan (ΔH) sebesar 17,69 J/g. Adanya puncak endotermik
transisi baru pada kurva DSC yang dihasilkan menunjukkan adanya interaksi
intermolekuler yang terbentuk antara bahan aktif dan koformer membentuk fase
padatan yang baru.
Berdasarkan overlay spektrum dan data analasis karakterisasi sampel
dengan FTIR sampel kokristal mengalami pergeseran puncak serapan regangan
O-H dari 3056 cm-1 menjadi 3062 cm-1. Kemudian puncak serapan C=O dari 1650
cm-1 menjadi 1649 cm-1 jika dibandingkan dengan bahan aktif. Sedangkan jika
dibandingkan dengan koformer sampel kokristal mengalami perubahan intensitas
(transmittance) untuk gugus fungsi regangan O-H dari ±3000-2200 cm-1 menjadi
±3062-2469 cm-1.Selain itu, puncak serapan regangan C=O bergeser dari 1688
cm-1 menjadi 1700 cm-1. Adanya pergeseran puncak serapan dan intensitas
sampel dengan bahan awal menunjukkan terbentuknya kokristal.
Hasil pemeriksaan SEM yang telah dilakukan pada sampel kokristal
menunjukkan bentuk irregular rectangular dengan panjang partikel sekitar 10-25
μm dengan topografi permukaan berongga dibandingkan bentuk dan topografi
komponen awal. Hal ini mengindikasikan terbentuknya sistem kristal baru pada
atorvastatin kalsium-asam dipikolinat yang berbeda dengan komponen awal.
Berdasarkan pengujian kelarutan kokristal atorvastatin kalsium-asam
dipikolinat memiliki kelarutan yang lebih tinggi dibandingkan bahan aktif yang
digunakan karena dipengaruhi oleh interaksi intermolekuler ikatan hidrogen.
Sedangkan laju disolusi yang dihasilkan oleh kokristal atorvastatin kalsium-asam
dipikolinat lebih rendah daripada bahan awal diperkirakan dipengaruhi oleh
besarnya ukuran partikel kokristal dan koefisien difusi.
Saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh
yaitu perlu dilakukan validasi metode pada setiap prosedur penelitian dan uji
stabilitas sehingga kokristal dapat menjadi salah satu modifikasi bahan obat skala
industri.
Collections
- UT-Faculty of Pharmacy [1469]