Pola-Pola Komunikasi dalam Interaksi Jual Beli di Pasar Loak di Kabupaten Jember
Abstract
Penelitian etnografi komunikasi ini berdasarkan pengalaman penulis dalam mengamati objek penelitian yaitu pasar loak, fokus penelitian ini pada objek penelitian yaitu penjual buku bekas dan penjual baju bekas (Babebo). Penulis bermaksud menggamati proses pola komunikasi yang berlangsung dalam interaksi jual beli yang terjadi antara pembeli dan penjual. Dalam proses komunikasi tersebut terdapat proses tawar-menawar atau yang menurut antropolog disebut harga luncur (sliding price system). Dalam proses transaksi yang terjadi di Pasar Loak “Blok m” pada penjual buku-buku bekas dan baru penjualan dalam lapak penjualan buku-buku bekas diperkirakan 75% buku yang diperjualbelikan di Toga Mas dan Gramedia tersedia di lapak yang ada di Pasar Loak. Di lapak jual beli buku bekas tersedia buku bekas dan buku baru, harga yang diberikan sangat murah karena penjual memberikan strateginya dalam berjualan yaitu dengan memberikan potongan harga untuk jenis buku baru. Perbandingan dengan Toko Toga Mas dan Gramedia selisih harganya sangat jauh. Menurut data yang di temukan jual beli buku yang terjadi di lapak Pasar Loak lebih murah dan kualitas buku sama dengan kualitas yang ada di Toko Toga Mas dan Gramedia. Oleh karena itu pembeli terkadang lebih minat berbelanja buku di pasar Loak karena harganya lebih terjangkau di bandingan dengan beli di Toga Mas dan Gramedia.
Selain buku bekas, lapak yang ada di Pasar Loak yaitu penjual baju bekas atau yang lebih dikenals sebagai “Babebo” (baju bekas Bos). Dalam proses penjualan babebo terjadi proses tawar-menawar yang sama dengan proses transaksi jual beli buku bekas, namun yang terjadi disini penjual tidak menawarkan barang namun pembeli yang berminat yang datang di lapak tersebut dengan mencari baju yang diminati. Rata-rata baju bekas yang diperjual belikan yaitu jenis baju impor baju yang dikirim dari luar negri yang mempunyai merek yang bagus. Bisa dikatakan baju bekas yang diperjualbelikan adalah baju yang 75% masih layak pakai. Interaksi yang terjadi tidak ada interaksi yang intensif
ix
antara penjual dan pembeli. hanya saja pembeli yang datang kemudian memilih-milih barang kalau ada barang yang diminati maka pembeli langsung bertanya tentang harga baju bekas tersebut. Berbeda dengan dengan jual beli yang terjadi di toko konveksi di pasar Tanjung. Jadi penjual menarik minat pembeli yaitu dengan strategi penjualan dengan cara menarik minat pembeli dengan melakukan interaksi dengan menawarkan jenis barang yang diperjualbelikan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa interaksi komunikatif antara penjual dan pembeli menunjukkan adanya pola-pola komunikasi sebagai berikut: (1) proses interaksi diawali dengan datanganya calon pembeli kemudian dengan sikap tanggap penjual buku bekas yang memberikan pelayanan sebagai sikap tanggap pelayan dalam menghormati pembeli; (2) penggunaan simbol-simbol bahasa yang bersifat lugas sehingga pesan yang dipertuturkan dapat mudah dipahami; dan (3) terjadi komunikasi tatap muka dan timbal-balik (dialogis persuasif) antara penjual dan pembeli, sehingga mempermudah dalam menentukan kesepakatan harga dalam transaksi jual beli. Penjual dan pembeli memiliki kemampuan berkomunikasi dan pemahaman yang membantu hubungan ekonomi jangka panjang. Dengan demikian, menandakan dimensi-dimensi tindak tutur percakapan dipahami dengan baik oleh penjual dan pembeli. Dari keseluruhan analisis data di atas, pola komunikasi yang terbentuk adalah dialogis persuasif.
Berdasarkan keseluruhan analisis data percakapan, proses-prosesnya, serta pemahaman pola-pola komunikasi dan pemaknaannya dapat disimpulkan bahwa percakapan antara penjual dan pembeli sebagai praktik budaya masyarakat perkotaan. Dalam kegiatan di sektor informal ekonomi pasar tradisional yang berada di tengah-tengah pusat kota tampaknya akan terus bertahan. Hal ini, dapat ditemukan suatu tema budaya utama yang mendasari perilaku ekonomi, yaitu “terjalin hubungan saling menguntungkan, dapat melahirkan rasa saling mempercayai dan saling menghargai merupakan syarat yang mendasari berlangsungnya kegiatan jual beli”.