Potensi Ekstrak Etanol Daun Singkong (Manihot esculenta Crantz) terhadap Profil Leukosit Gingiva pada Model Periodontitis dan Disfungsi Ovarium
Abstract
Periodontitis merupakan suatu peradangan kronis pada jaringan penyangga gigi. Porphyromonas gingivalis (P.gingivalis) merupakan penyebab utama periodontitis. Bakteri ini mampu berinvasi ke jaringan ikat gingiva dengan cara mengganggu ikatan antara fagosom dan lisosom dari neutrofil, sehingga proses fagositosis bakteri oleh neutrofil menjadi terhambat. Setelah itu, bakteri P.gingivalis berinvasi ke jaingan ikat melalui pembuluh darah kapiler pada junctional epithelium. Jaringan ikat akan memberikan respon dengan cara meningkatkan infiltrasi leukosit. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan pada jaringan yang lebih luas.
Selain itu, periodontitis juga dapat disebabkan oleh perubahan hormon reproduksi. Perubahan hormonal ini dapat dijumpai kondisi disfungsi ovarium. Saat terjadi disfungsi ovarium, hormon estrogen dan progesteron mengalami penurunan. Perubahan ini menyebabkan terjadinya disregulasi sistem imun. Disregulasi sistem imum ditandai dengan peningkatan aktivitas sel-sel imun pada jaringan yang memiliki reseptor hormon reproduksi. Salah satu jaringan yang mengalami peningkatan sel-sel imun, yaitu gingiva. Peningkatan ini berdampak pada peningkatan infiltrasi leukosit pada jaringan ikat gingiva. Infiltrasi leukosit dapat menimbulkan terjadinya peradangan kronis pada jaringan periodontal, yang dikenal dengan istilah periodontitis.
Infiltrasi leukosit pada jaringan ikat gingiva dapat dihambat dengan menggunakan antibiotik maupun antiinflamasi. Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai antibakteri dan antiinflamasi adalah tanaman singkong. Ekstrak etanol daun singkong diketahui memiliki aktivitas antibakteri dan
ix
antiinflamasi, sehingga kemungkinan dapat menurunkan infiltrasi leukosit pada jaringan ikat gingiva.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian experimental laboratoris dengan rancangan penelitian the post-test only control group. Pembuatan ekstrak etanol daun singkong dilakukan dengan metode maserasi. Pada model tikus disfungsi ovarium dilakukan ovariektomi secara bilateral, sedangkan pada model tikus periodontitis dilakukan induksi P.gingivalis selama 2 minggu dengan frekuensi 3 hari sekali.
Hasil Penelitian hitung jumlah leukosit dan jenis leukosit menunjukkan adanya perbedaan. Pada hitung jumlah leukosit, model periodontitis memiliki jumlah leukosit yang lebih tinggi dibandingkan model difungsi ovarium. Hal ini dikarenakan bakteri P.gingivalis sebagai etiologi utama periodontitis mampu menstimulasi respon radang yang lebih tinggi daripada perubahan hormon reproduksi. Pada model disfungsi ovarium terlihat adanya peningkatan infiltrasi leukosit pada jaringan ikat. Penurunan hormon estrogen dan progesteron pada model disfungsi ovarium, berdampak pada peningkatan respon inflamasi di jaringan periodontal.
Pada hitung jenis leukosit, terlihat bahwa makrofag hanya dapat ditemukan pada model periodontitis. Hal ini dikarenakan adanya infeksi bakteri P.gingivalis mampu menstimulasi aktivitas makrofag. Makrofag berfungsi dalam proses fagositosis bakteri P.gingivalis. Selain itu, jenis leukosit tertinggi pada kedua kelompok terdapat pada jenis neutrofil. Peningkatan aktivasi neutrofil pada suatu jaringan merupakan suatu bentuk proses pertahanan alamiah tubuh untuk mencegah kerusakan jaringan yang lebih luas.
Pada kedua model tikus, terdapat persamaan pola urutan rata-rata jumlah leukosit. Kelompok kontrol negatif yang dilakukan pemberian propilen glikol, memiliki jumlah leukosit paling tinggi. Pemberian propilen glikol tidak mampu memberikan efek antiinflamasi maupun terapi. Kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak daun singkong memiliki jumlah leukosit lebih rendah daripada kelompok kontrol negatif, tetapi lebih tinggi dari kelompok kontrol positif. Hal ini dikarenakan ekstrak daun singkong memiliki kandungan berbagai senyawa kimia yang berpotensi sebagai antiinflamasi dan antibakteri. Kelompok kontrol positif yang dilakukan pemberian metronidazole, memiliki jumlah leukosit paling rendah dibandingkan kelompok lain. Metronidazole yang diberikan secara sistemik selama 7 hari efektif membunuh bakteri dan mampu meregulasi sistem imum melalui respon keradangan. Selain itu, metronidazole memiliki kemampuan untuk meregulasi sitem imun tubuh
Collections
- UT-Faculty of Dentistry [2062]