Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mental Pada Sopir Angkutan Kota Kabupaten Jember
Abstract
Kelelahan merupakan keadaan mental dan/ atau fisik yang mengurangi kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan secara aman dan efektif. Tingkat kelelahan kerja akibat kerja yang dialami pekerja dapat menyebabkan ketidaknyamanan, ketidakpuasan dan penurunan produktivitas. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya kecepatan performansi, menurunnya mutu produk, meningkatnya kesalahan dan kerusakan, kecelakaan yang sering terjadi, kendornya perhatian serta ketidaktepatan dalam melaksanakan pekerjaan. Kelelahan mental dapat terjadi pada tenaga kerja dari berbagai sektor, salah satunya adalah sopir angkutan kota atau biasa dikenal dengan sebutan sopir angkot. Kabupaten Jember memiliki 15 trayek angkutan kota, 294 armada angkutan kota tetapi hanya 280 armada yang memiliki izin operasi. Pada survei pendahuluan dengan menggunakan angket Industrial Fatigue Research Comitte (IFRC) yang telah dilakukan pada 15 sopir terdapat 2 sopir mengalami kelelahan ringan, 9 sopir mengalami kelelahan sedang, 4 sopir mengalami kelelahan tinggi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara faktor individu (usia, masa kerja) dan faktor pekerjaan (lama kerja, jarak tempuh, dan beban kerja mental) dengan kelelahan mental pada sopir angkutan kota Kabupaten Jember. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan kuantitatif dan menggunakan desain penelitian cross sectional. Penelitian in dilakukan di seluruh terminal kota yang ada di Kabupaten Jember dengan populasi sopir angkot berjumlah 280 sopir dan sampel diambil berjumlah 60 sopir. pengambilan sampel menggunakan teknik proportional sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner wawancara untuk mengisi data faktor individu (usia dan masa kerja) dan faktor pekerjaan (lama kerja), NASA-TLX untuk mengukur beban mental dan reaction timer untuk mengukur kelelahan mental. Penelitian ini menggunakan uji korelasi spearman untuk mengetahui hubungan antar variabel.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Usia responden paling banyak antara 45-55 tahun. Masa kerja sopir mayoritas antara 3-9 tahun. Beban kerja mental sopir sebagian besar adalah beban kerja mental sedang. Lama kerja sopir sebagian besar kurang dari sama dengan 8 jam perhari. Jarak rute yang ditempuh sopir paling banyak adalah jarak tempuh sedang dalam sehari. Sopir paling banyak mengalami kelelahan mental sedang. Tidak ada hubungan antara usia (p=0,071), masa kerja (p=0,558), jarak tempuh (p=0,32) dengan kelelahan mental. Sedangkan beban kerja mental memiliki hubungan yang signifikan dengan kelelahan mental (p=0,032) dengan korelasi koefisien 0,257 dengan arah korelasi positif yang artinya semakin tinggi beban kerja mental responden maka akan semakin tinggi pula tingkat kelelahan mental responden. Lama kerja memiliki hubungan yang signifikan dengan kelelahan mental (p=0,24) dengan korelasi koefisien 0,269 dengan arah korelasi positif yang artinya semakin lama responden bekerja dalam sehari semakin tinggi pula tingkat kelelahan mentalnya.
Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah bagi dinas memberi batasan usia untuk sopir guna mengurangi risiko kelelahan akibat faktor usia sopir yang sudah lanjut, memasang banner atau stiker promosi kesehatan tentang pentingnya mengelola kelelahan mental. Bagi sopir Memanfaatkan penumpang depan untuk mengobrol agar tidak mengantuk saat mengemudi, memposisikan duduk dengan posisi senyaman mungkin dengan posisi duduk 90 derajat, karena kalau terlalu landai ke belakang otomatis akan terasa beban pada bagian leher dan bahu karena area tersebut akan melayang akibat tidak tertopang oleh headrest. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melanjutkan penelitian dengan meneliti variabel lain seperti kualitas tidur, motivasi kerja, faktor lingkungan terhadap kelelahan mental
Collections
- UT-Faculty of Public Health [2227]