Kepentingan Para Aktor Dalam Pembuatan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Usaha Rumah Pemondokan Di Kabupaten Jember
Abstract
Isu tentang perilaku kebebasan seks para pelajar yang indekos di sekitar
lembaga perguruan tinggi semakin dikuatkan dengan peristiwa ditemukannya bekas bekas alat seksual yang dibuang dalam saluran pembuangan pada salah satu rumah
pemondokan di Danau Toba, Sumbersari. Bertepatan pemilik rumah pemondokan ini,
yaitu Burhanudin adalah salah seorang anggota Komisi D DPRD Kabupaten Jember.
Menurut Burhanudin penemuan ini diketahui ketika penjaga rumah pemondokan
sedang bersih-bersih. Permasalahan ini oleh Burhanudin kemudian diperbincangkan
secara informal dengan sesama anggota Komisi D. Hasil perbincangan ini akhirnya
memunculkan inisitif untuk mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh masyarakat
dan organisasi massa Islam guna membahas masalah tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan dan kepentingan
para aktor dalam pembuatan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Usaha
Rumah Pemondokan Di Kabupaten Jember. Tipe penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah observasi langsung, wawancara, dan dokumentasi.
Penelitian ini menggunakan model analisa interaktif
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktor-aktor yang berperan dalam
Pembuatan Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 7 Tahun 2008 Tentang
Usaha Rumah Pemondokan Di Kabupaten Jember dibagi menjadi dua golongan,
yakni official policy makers atau para pemeran resmi dan unofficial participants atau
vii
para pemeran serta tidak resmi. Kepentingan para actor dalam berbagai bidang saat
pembuatan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Usaha Rumah
Pemodokan di Kabupaten Jember dapat dibagi menjadi tiga, yakni kepentingan
politis, kepentingan ekonomis, dan kepentingan moralis. Kepentingan politis dalam
pembuatan Perarturan Daerah Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Usaha Rumah
Pemodokan di Kabupaten Jember ini dapat dilihat dari tanggapan Bupati Jember,
tanggapan lembaga legislatif secara umum maupun tanggapan setiap fraksi tentang
Raperda ini.
Kepentingan ekonomis dapat dilihat dari pihak pemerintah akan merasa
teruntungkan dengan adanya Perda ini karena semua pemilik usaha rumah
pemondokan akan membayar retribusi dan akan mengurus IMB. Namun di sisi
pemilik usaha rumah pemondokan ada yang masih keberatan untuk mendaftar ke
Dinas sosial dan membuat IMB karena prosedurnya rumit, pelayanannya lambat, dan
retribusinya juga lumayan besar. Apalagi usaha rumah pemondokan yang kamarnya
hanya terbatas dan penghasilannya tidak seberapa. Kepentingan moralitas ini hampir
semua actor pembuat kebijakan Perda ini memprioritaskannya, baik dari unsur
legislatif, eksekutif, maupun masyarakat. Hal ini terjadi karena pada intinya perda ini
diterapkan untuk menjaga ketertiban dan kenyaman bagi masyarakat umum.
Dari hasil penelitian ini penulis memberikan saran agar dalam membuat
kebijakan publik, pemerintah harus mengutamakan kepentingan masyarakat daripada
kepentingan pribadi atau kepentingan golongan tertentu. Dan seharusnya pemerintah
lebih memberikan waktu yang panjang dalam sosialisasi pembuatan Perda ini serta
lebih mengakomodasi semua usulan dan masukan dari masyarakat, sehingga
kepentingan masyarakat bisa menjadi penyeimbang bagi kepentingan pemerintah.
Dan sebagai perwakilan rakyat, seharusnya DPRD Kabupaten Jember lebih banyak
memperhatikan usulan dan masukan masyarakat yang dianggap bisa mengapresiasi
kepentingannya dalam proses pembuatan perda. Karena dengan lebih memperhatikan
usulan dan masukan dari masyarakat perda tidak akan dirasakan memberatkan ketika
dijalankan, karena kebijakan itu sendiri sasarannya adalah masyarakat.