Ragam Motif Batik Tradisional Banyuwangi: Suatu Tinjauan Antropolinguistik
Abstract
Wujud fisik kebudayaan merupakan seluruh hasil dari aktivitas-aktivitas atau karya semua manusia dalam masyarakat, salah satunya batik. Dalam perkembangannya, batik tidak hanya digunakan sebagai jaret [jʸarIt] (kain panjang untuk menggendong anak kecil yang mempunyai corak motif batik) yang dipakai pria atau wanita, tetapi juga sebagai busana resmi seperti rapat dan juga digunakan untuk pakaian sehari-hari. Batik juga dianggap memiliki nilai status, terutama dalam masyarakat Jawa. Setiap daerah produsen batik memiliki ciri khas tersendiri, seperti batik tradisional Banyuwangi. Batik tradisional Banyuwangi memiliki motif yang menggambarkan kebudayaan masyarakat Banyuwangi. Batik juga menjadi salah unsur serpihan budaya untuk membangun kebudayaan Banyuwangi, karena terdapat makna-makana yang terkandung di dalamnya. Motif-motif batik tradisional Banyuwangi juga digunakan sebagai pengawet memori tentang masalah yang terjadi pada masyarakat, dan menggambarkan sistem nilai budaya yang ada dalam kepala para pembuat batik saat itu. Penelitian ini membahas bentuk dan makna budaya ragam motif tradisional Banyuwangi yang berkaitan dengan nilai religiusitas, sosial, dan moral.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif model interaktif Miles dan Huberman, dengan tahapan terdiri atas: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan tahap penarikan kesimpulan atau verifikasi. Metode analisis yang digunakan untuk pemaknaan data dalam penelitian ini adalah metode interpretatif.
Hasil dari penelitian ini ditemukan sebanyak 14 motif batik tradisional Banyuwangi yang dibagi ke dalam tiga kategori nilai kebudayaan, yaitu motif batik yang berkaitan dengan niai religiusitas, sosial, dan moral. Ada tiga motif batik yang berkaitan dengan nilai religiusitas, salah satunya adalah motif gajah uling. Motif ini mempunyai makna bahwa manusia harus selalu ingat dengan yang maha besar yaitu Tuhannya, sebagaimana tergambar dalam motif gajah uling yang berasal dari kata gajah (hewan yang besar), dan kata uling (yang diubah menjadi kata iling (ingat)). Kategori kedua, adalah motif yang berkaitan dengan nilai sosial, salah satunya adalah motif kangkung setingkes. Motif ini, mempunyai makna kerukunan yang terjalin layaknya seikat kangkung. Manusia terlahir dengan banyak perbedaan, namun kerukunan dan kesatuan harus dijunjung tinggi. Kategori ketiga adalah motif batik yang berkaitan dengan nilai moral, salah satunya adalah motif paras gempal. Motif ini mempunyai makna mengenai kerukunan atau kesatuan dapat hancur akibat masalah yang terus terjadi tanpa adanya solusi.
Batik menjadi salah satu faktor dalam membangun kebudayaan Banyuwangi. Ketiga nilai yang terkandung dalam motif batik tersebut menggambarkan bahwa masyarakat Banyuwangi memiliki nilai-nilai kebudayaan, yaitu (1) nilai religiusitas yang berkaitan dengan agama, seperti upacara selamatan; (2) nilai sosial yang menggambarkan masyarakat Banyuwangi menjunjung tinggi nilai moral sehingga daerah Banyuwangi menjadi tempat yang aman dan damai; dan (3) nilai moral yang menggambarkan permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam warga masyarakat Banyuwangi tidak membuat ketentraman dan kedamaian yang sudah tercipta menjadi terganggu.