dc.description.abstract | Pajak menjadi tumpuan utama di Indonesia, dibuktikan dengan realisasi
pendapatan yang bersumber dari pajak sebesar 1.942,3 T (78,34%) pada tahun
2018. Pemerintah melalui Ditjen Pajak berupaya memebuhi kebutuhan
penerimaan negara untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Namun upaya tersebut berlawanan dengan Wajib Pajak. Perilaku Wajib
Pajak secara logis muncul rasa enggan untuk melunasi pajak yang terhutang dan
sebisa mungkin meminimalkan beban pajak atas penghasilan mereka (Saputra
dalam Alfia, 2016). Hal ini juga berlaku untuk Wajib Pajak (badan) yang telah
menyajikan tanggungjawab sosialnya ataupun belum. Tidak mematuhi ketentuan
yakni kontribusi wajib atas penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak, merupakan
tindakan yang kurang etis. Bagi Wajib Pajak (badan) yang telah melaporkan
aktivitas CSR-nya, dapat memberikan indikasi bahwa aktivitas CSR hanya
dilakukan untuk menutupi penghindaran pajak yang telah dilakukan atau hanya
untuk memunculkan biaya yang dapat mengurangi Penghasilan Kena Pajak.
Penambahan aset tetap merupakan salah satu strategi manejer dalam konteks
bagaimana sumberdaya (modal) digunakan dengan efisien dan efektif untuk
meningkatkan penjualan. Akan tetapi, penambahan aset tetap juga secara otomatis
meningkatkan biaya depresiasi, dimana merupakan biaya yang dapat mengurangi
penghasilan bruto. Maka, penambahan aset tetap juga dapat megindikasikan
bahwa perusahaan sedang melakukan upaya pengurangan terhadap Penghasilan
Kena Pajak. Komite audit selaku pihak yang dibentuk untuk melakukan
pengawasan terhadap aktivitas tata kelola perusahaan, dapat meningkatkan
integritas dan kredibilitas pelaporan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
dan menganalisis pengaruh corporate social responsibilty, audit committee, dan
capital intensity terhadap tax avoidance yang diproksikan oleh cash effective tax | en_US |