Etnomatematika pada Pembuatan Batu Bata Merah Masyarakat Dusun Bayat Wringinpitu Banyuwangi sebagai Lembar Kerja Siswa
Abstract
Matematika mempunyai peran yang penting dan menjadi aspek universal
dalam kehidupan sehari hari. Dalam dunia pendidikan, matematika kerap
dianggap mata pelajaran yang sulit, karena pembelajaran matematika disekolah
terlalu formal, tidak seperti matematika yang dilakukan sehari-hari.
Etnomatematika merupakan jembatan antara matematika dan budaya, yang
berkaitan dengan tradisi atau kebiasaan dalam aktivitas budaya masyarakat.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggali etnomatematika pada pembuatan
batu bata merah dan menghasilkan sebuah Lembar Kerja Siswa (LKS). Penelitian
ini dilakukan pada tanggal 8 Januari 2020 di Dusun Bayat Wringinpitu
Banyuwangi. Subjek penelitian ada 3 orang yaitu Yanto, Saimin, dan Siti Solehah
merupakan pembuat batu bata merah. Jenis penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif dengan pendekatan etnografi. Metode pengumpulan data yang
digunakan adalah observasi dan wawancara.
Berdasarkan hasil dari penelitian diperoleh etnomatematika yaitu aktivitas
menghitung, aktivitas mengukur, aktivitas mendesain, aktivitas membilang,
konsep segmen garis, konsep kesebangunan dan kekongruenan. Etnomatematika
aktivitas menghitung banyak tanah yang dibutuhkan memakai 1 mobil diesel
rakitan seharga Rp 200.000 Rp 250.000menghasilkan 2.000 2.500batu bata
merah, sedangkan 1 dam truk seharga Rp 400.000 Rp 450.000menghasilkan
5.0006.000 batu bata merah. Aktivitas menghitung pada saat melakukan
perendaman tanah dengan air yang membutuhkan waktu kurang lebih 3-4 jam.
Selanjutnya aktivitas menghitung muncul pada saat melakukan proses
pengeringan yang membutuhkan waktu kurang lebih 9-15 jam. Aktivitas
menghitung juga muncul pada saat memperkirakan jumlah sekam dan kayu bakar
untuk melakukan proses pembakaran yang membutuhkan 4-5 pick up kayu bakar
dan 65-90 sekam untuk setiap membakar 36.000 batu bata merah. Aktivitas
menghitung selanjutnya muncul saat pembuat melakukan proses pembakaran
yang membutuhkan waktu kurang lebih 12-24 jam. Pada aktivitas menghitung
berikutnya muncul pada saat menghitung banyak batu bata merah berdasarkan
pola tumpukan.
Etnomatematika juga muncul pada aktivitas mendesain yaitu pada saat
proses pembuatan lubang perendaman dengan cara melubangi lahan dengan
bentuk ngotak (segiempat). Aktivitas mendesain selanjutnya muncul saat
membuat cetakan yang mempunyai bentuk balok dengan tambahan bangun datar
trapesium sebagaima pegangannya. Aktivitas mendesain membuat pagar
disekeliling tempat pembakaran dengan cara batu bata merah dimiringkan
kemudian ditumpuk menyilang. Aktivitas mendesain berikutnya muncul pada
proses menata dan menumpuk dengan cara 4 tumpukan miring dan 4 tumpukan
lurus. Aktivitas mengukur muncul pada saat mengukur ukuran cetakan yang
digunakan dengan ukuran 22cm 10cm5cm. Aktivitas membilang muncul saat
mengambil sekam dengan satuan kepalan dan timbo (timba) yang memiliki
volume kurang lebih 3 9500cm , serta pada saat pembuat mengambil adonan
dengan satuan kepalan. Pada aktivitas pembuatan batu bata merah muncul konsep
segmen garis yang terdapat pada motif coakan. Selanjutnya terdapat konsep
kekongruenan muncul pada saat pembuat menumpuk batu bata merah dengan
menggunakan pola dan konsep kesebangunan muncul pada saat pembuat
membuat lubang tempat memasukkan kayu bakar.
Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dihasilkan menggambarkan beberapa
etnomatematika pada pembuatan batu bata merah. Pada LKS ini materi yang akan
diangkat setelah penelitian adalah perbandingan. Soal dan pembahasan yang
dibuat merupakan aplikasi dari penerapan etnomatematika pada pembuatan batu
bata merah Dusun Bayat Wringinpitu Banyuwangi. Aktivitas yang pertama pada
LKS yaitu mengamati, aktivitas kedua adalah menanya, aktivitas ketiga adalah
mencoba, aktivitas keempat yaitu menganalisis, dan aktivitas yang terakhir yaitu
mengkomunikasikan.