Etnoagronomi Masyarakat Pulau Bawean eerta Pemanfaatannya sebagai Buku Nonteks
Abstract
Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang berarti negara yang mengandalkan sektor pertanian baik sebagai sumber mata pencaharian maupun sebagai penopang pembangunan. , sehingga sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam penyerapan tenaga kerja dan penyediaan kebutuhan pangan dan sandang bagi penduduk. Persawahan saat ini banyak beralih fungsi sebagai lahan pembangunan, namun beberapa daerah pedesaan masih memiliki banyak lahan yang dimanfaatkan menjadi lahan pertanian, lahan tersebut dikelola secara tradisional. Pengelolaan lahan secara tradisional termasuk dalam kajian etnoagronomi. Berdasarkan hasil observasi awal yang diperoleh melalui wawancara dan terjun langsung dalam kegiatan bertani masyarakat, masyarakat Pulau Bawean memiliki pengetahuan tradisional mengenai agronomi yang meliputi: pengetahuan tentang lingkungan pertanian dan kelompok petani, tanda-tanda alam, sistem penanaman dan pergiliran tanam, penentuan periode tanam, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, sistem irigasi serta pengelolaan bahan pangan atau penanganan pascapanen dari hasil pertanian untuk menunjang berbagai kebutuhan.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan dilaksanakan di dua Kecamatan yaitu Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak. Penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling dan teknik Snowball Sampling, Teknik pengumpulan data didasarkan atas kegiatan wawancara bersifat semi structured menggunakan tipe pertanyaan open-ended, observasi langsung (participant observation), dan dokumentasi. Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis dengan teknik analisis deskriptif-kualitatif, dan melalui perhitungan use value (UV) dan fidelity level (FL). Hasil penelitian menunjukkan terdapat berbagai pengetahuan lokal diantaranya tradisi atau kepercayaan masyarakat pulau bawean di bidang pertanian yaitu Selamatan tengkek, Rasul, Beik-beik’en, Ketopa’, Sesajen, Aburdeh, dhurung, Thungka atau Dhungka, Larung tikus. Masyarakat Pulau Bawean mempunyai kelompok pertanian sendiri berdasarkan pembagian tugas dalam pengelolaan produksi, setiap produksi masyarakat mempunyai nama atau sebutan tersendiri, dan hal tersebut berdiri sendiri berdasarkan aktivitas produksi yang dilakukan sehari-hari. Terdapat 10 kelompok masryarakat pertanian diantaranya Tokang Manje’, Tokang Saka’, Tokang Landu’, Tokang Raoh, Tokang Jemor, Tokang Moppo, Tokang Polong, Tokang Ngare’, Tokang Moak. Para petani tradisional tidak lepas dari gotong royong, antara petani yang satu dengan yang lain akan saling membutuhkan, sehingga akan menjaga dan meningkatkan ikatan atau hubungan antar petani. Pengetahuan tanda-tanda alam menggunakan cuaca, gejala dari alam misal perlakuan hewan misalnya burung-burung yang berterbangan diatas awan menandakan akan terjadi musim kemarau. Sistem penanaman yang dilakukan oleh masyarakat adalah monokultur, tumpang sari, bersisipan dan campuran. Untuk menentukan periode tanam masyarakat menggunakan pedoman dinopitu pasaran limo, wuku, weton, dan neptu. Pupuk yang digunakan oleh masyarakat dalam pengelolaan pertanian adalah pupuk organik berupa pupuk kompos dan pupuk kandang. Masyarakat Pulau Bawean menggunakan musuh alami atau predator dalam upaya mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT). Adapun beberapa tahapan pemanenan atau tahapan akhir dalam produksi tanaman adalah Perontokan dilangsungkan di lahan; pembersihan, penyortiran, pengeringan, dan penyimpanan dilangsungkan di dhurung (khusus untuk padi).
Hasil penelitian disusun ke dalam buku nonteks yang divalidasi oleh beberapa validator, terdiri atas: 1 validator materi, 1 validator media, dan 2 validator target pembaca, dengan mendapatkan kriteria kelayakan adalah layak dan nilai kelayakan sebesar 79,75% sehingga buku nonteks yang telah dikembangkan tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum sebagai sumber bacaan.