Pendisiplinan Tubuh : Pemenuhan Afeksi pada Janda dI Kabupaten Jember
Abstract
Dalam penelitian mengenai disiplin tubuh dalam pemenuhan kebutuhan
seksualitas janda di kabupaten jember, Penelitian ini mencoba mengungkap
bagaimana pendapat, resistensi, dan strategi janda dalam menghidupi keluarga dan
mendapatkan kasih sayang di tengah masyarakat patriarkal yang mendiskriminasi
janda.Di tengah keterbatasan dan diskriminasi yang dialami oleh janda. Bagi
seorang perempuan janda pemenuhan kebutuhan seks bukanlah tidak hanya
sebatas pada pemenuhan seks secara biologis ataupun berhubungan badan, tetapi
juga adanya pemenuhan kebutuhan seksualitas secara psikologis melalui kasih
sayang dari lawan jenis. Kabupaten Jember merupakan daerah dengan tingkat
perceraian tertinggi di Jawa Timur, Pada tahun 2019 kasus perceraian yang di
tangani oleh Pengadilan Agama Jember sebanyak 6.697 kasus persentase
penggugat paling banyak di Pengadilan Agama Kabupaten Jember adalah cerai
gugat yang diajukan oleh pihak istri. Penelitian ini mencoba mengungkap
bagaimana pendapat, resistensi, dan strategi janda dalam menghidupi keluarga dan
mendapatkan kasih sayang di tengah masyarakat patriarkal yang mendisriminasi
janda
Dalam penelitian ini penulis menggunakan prespektif Michel Foucualt dan
sebagai acuan analisis penulisan.Foucault mengartikan seksualitas sebagai sistem
yang di dalamnya terdapat banyak entitas, strategi, dan praktik, serta aparatusaparatus
sistemnya.Menurutnya, seksualitas bukan sesuatu yang tidak berubah,
asosial, dan transhistorical. Seksualitas tidak lain adalah kekayaan pribadi, yang
bersifat fisiologis dan psikologis.Dari sini, dia melihat adanya alasan-alasan
biologis yang dituduh sebagai sebab ter-objekannya perempuan.Hasil dari
penelitian yang dapat disimpulkan adalah dari narasumber peneliti yaitu: Bu RH,
Bu RM, Mbak NN, dan Mbak DA. Bu RM yang memiliki finansial perekonomian
rendah karena sumber penghasilannya hanya dari toko playstation yang juga
menyediakan minuman dingin, begitu juga dengan Mbak NN yang masih tinggal
bersama orangtuanya dan tidak memiliki pekerjaan sehingga ia dan anaknya
masih bergantung kepada orangtua dalam memenuhi kebutuhannya finansialnya.
Bu RH yang memiliki finansial menengah, meskipun sudah memiliki pekerjaan
sebagai guru TK tetapi ia masih merasa kalau pemenuhan untuk kebutuhan seharihari
masih masih dirasa belum cukup meskipun ia pernah ditawari kuliah lagi
dengan kenaikan gaji 50% tetapi ia tidak sanggup menyelesaikannya karena
kelelahan, maka dari itu ia menerima perjodohan dari orangtuanya untuk
membantunya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan anak-anaknya. DA
yang bekerja di Surabaya sebagai Senior Marketing Perusahaan Swasta berada
pada finansial perekonomian atas, dengan gaji dan pekerjaan yang sudah mapan
DA mencari pasangan melalui Dating Apps untuk mendapatkan afeksi serta teman
dari lawan jenis, karena DA sudah memiliki finansial yang mapan ia pun juga
mencari pasangan yang juga mapan dengan dirinya. Dari keempat narasumber
tersebut memiliki kesamaan yaitu pada tingkat perekonomian mereka, mulai dari
janda dengan yang finansial rendah sampai yang berada pada tingkat finansial
yang tinggi, mulai dari Bu RM sampai Mbak DA mereka tetap mengalami
stereotype buruk tentang status mereka sebagai janda di masyarakat yang masih
patriarki, bagaimana pun kelas ekonomi, tingkat edukasi yang mereka miliki,
mereka tetap mengalami diskriminasi, ejekan, serta stigma-stigma negative
tentang status jandanya. Serta perbedaan status finansial dan kelas juga
membedakan mereka dalam pengetahuan untuk mendapatkan afeksi dari lawan
jenis serta kebutuhan dalam mencari lawan jenis yang berbeda.