dc.description.abstract | Buku ini merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan di
Lokalisasi Boker Ciracas, Jakarta Timur, yang merupakan salah satu lokalisasi ilegal di
Jakarta yang tetap beroperasi pasca pelarangan akvitas lokalisasi. Penutupan lokalisasi
di Jakarta, memang tidak secara otomatis menghilangkan kegiatan prostitusi itu sendiri.
Tentu saja hal ini artinya penyebaran IMS dan HIV/AIDS yang terjadi melalui
hubungan seks tidak aman tetap berlangsung, dan tidak hanya terbatas pada kalangan
internal pelaku utamanya saja, yaitu PSK dan pelanggan, tetapi juga berpotensi dialami
oleh kaum perempuan lainnya, seperti ibu rumah tangga, yang tidak memiliki hubungan
langsung dengan aktivitas prositutis tersebut.
Penutupan lokalisasi itu juga secara otomatis meniadakan sebuah sistem
pengendalian IMS dan HIV/AIDS sehingga tidak ada lagi kekuatan penekan yang
mengatur perilaku individu yang terlibat di dalamnya. Apabila semula ada kewajiban
untuk menggunakan kondom, pembatasan usia PSK, jumlah PSK, rutinitas pemeriksaan
kesehatan, dan aturan-aturan lainnya, maka, setelah dilakukan penutupan, sistem
tersebut pun turut tidak berlaku, meskipun aktivitas prostitusinya tetap berlangsung
secara ilegal. Situasi ini tentu saja memunculkan kekhawatiran tersendiri terhadap
kemungkinan pertumbuhan kasus-kasus baru IMS dan HIV/AIDS pasca penutupannya.
Ruang kosong ini tentu harus segera diisi oleh inisiatif-inisiatif yang didorong atas dasar
kesadaran untuk berpartisipasi mengurangi dampak buruk akibat IMS dan HIV/AIDS
tersebut.
Setidaknya ada dua lembaga yang telah menginisiasi program intervensi dengan
menyasar PSK, pemilik warung, dan mucikari sebagai penerima manfaat program
edukasi pencegahan IMS dan HIV/AIDS melalui kesadaran penggunaan kondom.
Ketiga pihak tersebut dilibatkan berdasarkan pada pertimbangan kemudahan untuk
menjangkaunya, berbeda dengan pelanggan yang memang cenderung lebih sulit untuk
dilibatkan. Kedua lembaga tersebut adalah Lintas Batas dan PKBI DKI Jakarta Timur
yang secara intensif melakukan edukasi, menyediakan kondom di lokalisasi, dan
membentuk peer educator (PE) di dalam program-programnya. Substansi utama dari program tersebut adalah memberdayakan PSK untuk menjadi ujung tombak utama
dalam pencegahan IMS dan HIV/AIDS melalui penggunaan kondom.
Tentu saja hal ini merupakan peran baru yang sangat berbeda sekali dengan peran
utamanya sebagai PSK. Posisi PSK sebagai edukator mengemban misi penting yaitu
melakukan modifikasi terhadap perspektif, psikologis, nilai, dan perilaku pelanggan.
Oleh karena itu, PSK harus berhadapan di dalam situasi negosiasi untuk menyampaikan
pengetahuan dan nilai-nilai tentang kondom yang ternyata memiliki perbedaan kontras
dengan pelanggan. Kontradiksi ini telah membenturkan dua kepentingan yang bertolak
belakang, antara PSK yang menginginkan perlindungan diri versus pelanggan yang
mengutamakan kesenangannya saja. Gambaran singkat ini tentu menciptakan
kompleksitas negosiasi yang membutuhkan sebuah upaya tersendiri untuk mewujudkan
penggunaan kondom di dalam sebuah hubungan seks. Hal ini juga sekaligus
memberikan informasi, bahwa penggunaan kondom itu membutuhkan serangkaian
proses tertentu yang unik dan dinamis antara PSK dengan pelanggan.
Semoga buku ini mampu memberikan kontribusi dalam rangka upaya pencegahan
IMS dan HIV/AIDS, khususnya di lingkungan prostitusi ilegal, sehingga diharapkan
dapat dikembangkan program-program intervensi yang semakin relevan dengan
perkembangan situasi terkini. | en_US |