dc.description.abstract | Dermatitis kontak merupakan dermatitis diakibatkan oleh menempelnya substansi atau bahan pada kulit. Biasanya penyakit ini menyerang orang-orang yang sering kontak dengan bahan yang bersifat toksik maupun alergik. Industri tahu merupakan salah satu industri yang menggunakan bahan kimia sebagai bahan pembuatan tahu dalam produksinya. Proses produksi tahu biasanya dilakukan dengan cara tradisional, sehingga pekerja kontak langsung dengan bahan produksi pembuatan tahu. Pada tahap penggumpalan lah pekerja kontak langsung dengan zat kimia pembuatan tahu yakni zat penggumpal. Biasanya zat penggumpal yang digunakan yaitu asam cuka (whey). Dampak dermatitis kontak selain reaksi kulit yang timbul yaitu dapat menurunkan produktivitas kerja dan bagi pekerja yaitu lebih mudah terpapar dengan penyakit kulit lainnya. Di Kabupaten Bondowoso terdapat suatu wilayah yang memproduksi tahu paling banyak yaitu Kecamatan Tamanan. Setelah melakukan studi pendahuluan pada salah satu industri tahu dengan jumlah pekerja sebanyak 35 orang, 26 diantaranya mengalami gejala dermatitis kontak yaitu dengan gejala kulit gatal dan terasa panas serta ditandai dengan kulit telapak tangan kemerahan, bengkak dan perih akibat terpapar dengan bahan penggumpal yang digunakan saat pembuatan tahu. Dengan adanya masalah-masalah tersebut perlu diadakan penelitian mengenai apa saja determinan kejadian dermatitis kontak pada pekerja industri tahu.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian analitik observasional. Penelitian ini dilakukan di 21 Pabrik Tahu yang berada di wilayah Kecamatan Tamanan Kabupaten Bondowoso. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dan dibantu dengan teman sejawat dengan cara wawancara dan observasi serta diagnosis oleh dokter guna mendapatkan keakuratan data tentang kejadian dermatitis kontak. Pelaksanaan penelitian ini yaitu pada bulan Oktober 2018 hingga Oktober 2019. Wawancara dan observasi penelitian dilakukan pada jam kerja yaitu jam 09.00 – 13.00, sedangkan diagnosis dermatitis oleh dokter dilakukan setelah jam kerja yakni pukul 15.00-selesai. Analisis data menggunakan Uji Chi-square. Data disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
Hasil pada penelitian ini yaitu sebagian besar responden yaitu sebanyak 45 orang (60,8%) terdiagnosis mengalami dermatitis kontak. Lokasi terjadinya dermatitis kontak pada pekerja industri tahu terdapat pada sela jari, telapak tangan, lengan dan kaki. Pada faktor eksternal sebagian besar responden pekerja industri tahu melakukan lama kontak dengan bahan penggumpal lebih dari 4 jam/hari yaitu 48 orang (64,9%), dan frekuensi kontak paling banyak pada kategori 10-25 kali/hari yaitu (52,7%). Pada faktor internal sebagian besar responden pekerja industri tahu berjenis kelamin laki-laki yaitu 48 orang (64,9%), dengan masa kerja lebih atau sama dengan 3 tahun yaitu 46 orang (62,2%), tidak menggunakan APD yaitu 49 orang (66,2%). Terdapat hubungan antara faktor eksternal lama kontak maupun frekuensi kontak dengan kejadian dermatitis kontak. Produksi industri tahu yang banyak setiap hari meningkatkan frekuensi kontak, sehingga memungkinkan untuk terjadinya dermatitis kontak. Terdapat hubungan antara faktor internal yakni usia, jenis kelamin, personal hygiene dan jenis pekerjaan dengan kejadian dermatitis kontak. Hanya masa kerja dan penggunaan APD yang tidak berhubungan dengan dermatitis kontak. Hal ini karena pekerja yang bekerja kurang dari 3 tahun juga terdiagnosis mengalami dermatitis kontak. Serta kurangnya kesadaran pekerja dalam pentingnya menggunakan APD saat bekerja.
Saran yang dapat diberikan penulis terhadap pekerja dan pengelola industri tahu adalah membatasi lama kontak pekerja dengan bahan penggumpal saat proses produksi, menggunakan mesin pengaduk atau penyaringan sehingga dapat mengurangi frekuensi kontak, menjaga kebersihan kulit dengan mencuci tangan dengan benar dan menggunakan bahan yang dapat menggantikan bahan penggumpal dengan nigarin. | en_US |