dc.description.abstract | Penemuan dan perkembangan internet telah berdampak bagi banyak hal
termasuk dalam pola hubungan antarnegara baik yang bersifat konstruktif maupun
destruktif. Ruang siber oleh banyak pakar disebut sebagai domain kelima
peperangan setelah daratan, laut, udara, dan ruang angkasa. Dalam beberapa
dekade terakhir telah banyak serangan yang diluncurkan melalui ruang siber
seperti Operation Desert Storn, Stuxnet, Estoman Cyber Attack, dll. Serangan di
ruang siber memiliki banyak variasi dan dapat diluncurkan oleh individu hingga
Negara. Salah satu persaingan di ruang siber antarnegara yang menarik untuk
dikaji adalah persaingan antara Amerika Serikat dan Korea Utara. Kedua Negara
terlibat dalam banyak kasus peperangan siber. Persaingan kedua Negara tersebut
menarik ketika Amerika Serikat sebagai salah satu negara dengan system
keamanan siber terkuat di dunia justru beberapa kali berhasil diserang oleh Korea
Utara dengan medium ruang siber. Beberapa serangan siber seperti 4th of July
Cyber Attack, Sony Cyber Attack, dan WannaCry Ransomware menunjukkan
kerentanan Amerika Serikat di ruang siber.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan keterbatasan strategi
deterrence Amerika Serikat terhadap serangan siber Korea Utara. Permasalahan
yang dikaji dalam penelitian ini berkaitan dengan alasan dibalik keterbatasan
strategi deterrence Amerika Serikat terhadap serangan siber Korea Utara. Sumber
data yang digunakan yakni literature berupa buku baik cetak maupun e-book,
artikel dari internet, dan jurnal ilmiah. Analisis data yang dilakukan yakni
menggunakan eksplanatif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterbatasan strategi deterrence
Amerika Serikat terhadap Korea Utara di ruang siber disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik ruang siber sebagai sebuah domain perang. Beberapa
factor seperti anonimitas, asimetri, super-empowered individuals, skalabilitas dan
temporalitas dianggap menjadi alasan kunci bagi kerentanan Amerika Serikat di
ruang siber. Anonimitas berkaitan dengan sifat serangan di ruang siber dilakukan
secara diam-diam dan tidak transparan, sifat ini membuat proses atribusi menjadi
terhalang. Walaupun atribusi dapat dilakukan, adanya sifat asimetri juga menjadi
faktor dari kerentanan Amerika Serikat terhadap serangan siber. Ketergantungan
Amerika Serikat dan Korea Utara terhadap internet yang asimetris membuat satu
Negara diuntungkan sedang lainnya dirugikan. Selain itu fakta apabila seorang
atau sekelompok dapat meluncurkan serangan siber seperti yang terjadi pada Sony
Cyber Attack membuat proses retaliasi menjadi sulit. Temuan lain juga
menjelaskan dua sifat dari serangan siber yang membuatnya berbeda, yaitu
skalabilitas dan temporalitas. Skalabilitas mengacu pada kemungkinan dampak
yang dapat ditimbulkan oleh sebuah serangan sedangkan temporalitas mengacu
pada sifat serangan yang tiba-tiba tanpa peringatan dini. | en_US |