Show simple item record

dc.contributor.advisorWaluyo, Joko
dc.contributor.advisorWahyuni, Dwi
dc.contributor.authorSarli, Alfi Oktafani
dc.date.accessioned2020-07-08T02:14:13Z
dc.date.available2020-07-08T02:14:13Z
dc.date.issued2019-02-26
dc.identifier.nim150210103057
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/99615
dc.description.abstractPengobatan dengan menggunakan obat tradisional mulai dikembangkan oleh para ilmuan dikarenakan obat tradisional lebih efektif dan tidak memberikan efek samping. Bahan baku obat tradisional dapat berasal dari tumbuhan maupun hewan. Salah satu hewan yang dapat dimanfaaatkan untuk pengobatan khususnya pengobatan demam typhoid adalah cacing tanah. Ekstrak cacing tanah (Pheretima javanica) mengandung senyawa asam arakidonat yang dikenal dapat menurunkan panas tubuh akibat infeksi dan juga juga menghasilkan antibakteri mirip lumbricin yaitu antibakteri yang memiliki berat molekul 31,0 kDa dan 34,0 kDa. Ekstrak cacing tanah terbukti menghambat bakteri Salmonella typhi penyebab demam typhoid, namun tetap perlu dilakukan uji praklinik yaitu uji toksisitas subakut untuk membuktikan secara ilmiah mengenai khasiat dan keamanannya. Uji toksisitas subakut dilakukan dengan pemberian dosis bertingkat (50 mg/KgBb; 500 mg/KgBb; dan 1000 mg/KgBb) secara oral pada hewan uji setiap hari satu kali selama 28 hari ditambah 14 hari tanpa induksi untuk melihat reversibilitas. Setiap dosis obat yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami proses absorbsi, selanjutnya hasil metabolit dari proses absorbsi yang larut dalam air akan diekskresikan melalui ginjal. Bila terjadi kerusakan pada ginjal maka akan menyebabkan proses ekskresi pada ginjal akan terganggu sehingga hasil metabolisme akan terakumulasi dan menyebabkan toksik bagi tubuh. Adapun yang diamati pada penelitian ini yaitu faal ginjal, morfologi ginjal, dan gambaran histopatologi ginjal. Faal ginjal yang diamati meliputi kadar BUN dan kreatinin dikarenakan BUN dan juga kreatinin merupakan indeks penting kerusakan fungsi ginjal yang dapat mencerminkan fungsi filtrasi glomerular. Terganggunya fungsi ginjal akan menyebabkan konsentrasi urin dan kreatinin dalam darah akan melebihi nilai normal yang mana nilai normal BUN pada tikus yaitu 18-28 mg/dl dan nilai normal kreatinin pada tikus yaitu 0,578-1,128 mg/dl. Morfologi ginjal yang diamati pada penelitian ini yaitu meliputi berat relatif organ ginjal dan warna ginjal. Sedangkan histopatologi ginjal yang diamati yaitu adanya degenerasi hidrofik, degenerasi melemak, dan nekrosis. Pembacaan histopatologi ginjal menggunakan bantuan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 X dan penentuan skor kerusakan histopatologi menggunakan derajat skoring.Hasil analisis toksisitas subakut ekstrak cacing tanah (Pheretima javanica) terhadap faal ginjal menunjukkan bahwasanya ekstrak cacing tanah (Pheretima javanica) tidak toksik atau tidak menyebabkan terjadinya gangguan terhadap faal ginjal tikus putih (Rattus norvegicus) yang ditandai dengan persamaan regresi linier pengaruh variasi dosis terhadap kadar BUN adalah y = -1,497x + 51,47 dengan R² = 0,139. Koefisien regresi pada persamaan tersebut bernilai negatif yang berarti kenaikan dari variasi dosis tidak diikuti oleh kenaikan kadar BUN. Sedangkan persamaan regresi linier pengaruh variasi dosis terhadap kadar kreatinin adalah y = 0,048x + 0,757 dengan R² = 0,455. Koefisien regresi pada persamaan tersebut bernilai positif yang berarti kenaikan dari variasi dosis diikuti oleh kenaikan kadar kreatinin. Nilai R2 kedua uji baik uji kadar BUN dan kreatinin secara berurutan yaitu 0,139 dan 0,455 yang mana berdasarkan nilai tersebut kenaikan kadar BUN dan kreatinin tidak lebih dari dua kali lipat dari nilai normalnya. Hasil analisis toksisitas subakut ekstrak cacing tanah (Pheretima javanica) terhadap morfologi ginjal menunjukkan bahwasanya ekstrak cacing tanah (Pheretima javanica) tidak toksik terhadap morfologi ginjal tikus putih (Rattus norvegicus) yang ditandai dengan nilai signifikasi beart relatif organ 0,244 dimana p>0,01 yang artinya ekstrak cacing tanah (Pheretima javanica) berpengaruh secara tidak signifikan terhadap berat relatif organ ginjal tikus putih (Rattus norvegicus), dan juga warna organ ginjal pada kelompok perlakuan sama dengan kelompok kontrol yaitu merah kecoklatan. Kemudian hasil analisis toksisitas subakut ekstrak cacing tanah (Pheretima javanica) terhadap histopatologi ginjal menunjukkan bahwasanya ekstrak cacing tanah (Pheretima javanica) tidak toksik terhadap histopatologi ginjal tikus putih (Rattus norvegicus) yang ditandai pada kelompok K(-), P1, P2, P3, S1, dan S2 terdapat perubahan histopatologi pada ke-5 lapang pandang, perubahan histopatologi tersebut berupa degenerasi hidrofik pada sel tubulus, namun derajat kerusakannya memiliki skor 1 yang mana termasuk kategori ringan yaitu <30% lapang pandang. Selanjutnya hasil skoring dianalisis, dan menunjukkan nilai signifikasi 0,926 dimana p>0,01 yang artinya ekstrak cacing tanah (Pheretima javanica) berpengaruh secara tidak signifikan terhadap histopatologi organ ginjal tikus putih (Rattus norvegicus). Hasil analisis yang telah dijabarkan diatas menunjukkan bahwasanya ekstrak cacing tanah (Pheretima javanica) aman untuk dikonsumsi dalam jangka waktu panjang dikarenaka tidak menimbulkan efek toksik terhadap faal, morfologi, dan gambaran histopatologi ginjal tikus putih (Rattus norvegicus).en_US
dc.language.isoInden_US
dc.publisherFakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Jemberen_US
dc.subjectEkstrak Cacing Tanah (Pheretima javanicaen_US
dc.subjectGambaran Histopatologi Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus);en_US
dc.titleToksisitas Subakut Ekstrak Cacing Tanah (Pheretima Javanica) Terhadap Faal, Morfologi, Dan Gambaran Histopatologi Ginjal Tikus Putih (Rattus Norvegicus)en_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.prodiPendidikan Biologi
dc.identifier.kodeprodi0210103


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record