dc.description.abstract | Runtuhnya Orde baru bagaikan terbukanya pintu menuju purifikasi sistem
demokrasi di Indonesia. Reformasi telah membuka peluang perubahan mendasar
atas UUD 1945 yang disakralkan oleh pemerintahan Orde Baru untuk tidak
direvisi. Pada kurun waktu tahun 1999 sampai dengan 2002, UUD 1945 telah
menjelma menjadi UUD yang berubah tidak hanya dari sisi kuantitatif, namun
juga substantif. Walaupun perubahan yang dialami oleh UUD 1945 dilalui dengan
metode “tambal-sulam”, namun secara garis besar relatif lebih baik dan
demokratis apabila dibanding dengan UUD 1945 sebelum Perubahan.
Salah satu yang menjadi titik sentral amandemen ketika itu adalah
ketentuan mengenai sistem perwakilan di Indonesia. Sistem perwakilan yang
selama berpuluh-puluh tahun terkesan “mewakili tapi bukan perwakilan” telah
disulap menjadi sistem dengan tujuan benar-benar mewakili kepentingan rakyat.
Hal ini tidak hanya ditandai dengan transformasi Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tetapi juga lahirnya format
baru sistem perwakilan disebabkan lahirnya lembaga negara baru dalam lingkup
perwakilan yaitu Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Wajah baru sistem Perwakilan ini bukan berarti tidak meninggalkan
masalah, justru politik hukum yang telah ditempuh meninggalkan seberkas
perdebatan baik dari sisi akademis, sosiologis maupun politis, baik dari masa
pembahasan Perubahan UUD sampai ketika UU No. 27 Tahun 2009 tentang
MPR, DPR, DPD, dan DPRD lahir. Hal ini tentu saja tidak berlebihan apabila
ditilik dari masa pembahasan perubahan pasal-pasal dalam UUD yang mengatur
ketentuan tentang lembaga perwakilan tersebut membutuhkan waktu hingga tiga
tahun (baru disepakati pada tahun 2001 tepatnya pada amandemen ketiga), dengan
segala perdebatan pemikiran dan latar belakang serta tujuan untuk mencapai ius
constituendum. Hingga seringkali muncul semangat untuk melakukan Perubahan
UUD 1945 kelima untuk lebih menyempurnakan UUD 1945 khususnya yang
menyangkut ketentuan pengaturan Sistem Perwakilan.
Skripsi ini akan mengulas bagaimana sebenarnya politik hukum sistem
perwakilan kita. Semua itu akan diulas dengan lebih memfokuskan pembahasan
ke arah seputar lahirnya DPD, karena dari pendekatan tersebut akan nampak
xv
secara jelas sebab serta arah yang ditempuh seputar sistem perwakilan, maupun
konsep ideal dari sistem perwakilan.
Tujuan yang ingin dicapai penulis atas penulisan skripsi ini adalah guna
memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Jember. Sedangkan secara khusus, penulis ingin hasil kajian
dan analisa yang tertuang dalam skripsi ini dapat memberi dampak positif bagi
keragaman ilmu dalam khasanah lingkup Hukum Tata Negara serta juga dapat
menjadi masukan bagi sistem perwakilan di Indonesia untuk masa sekarang
maupun masa ke depan.
Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis
normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidahkaidah
atau norma-norma dalam hukum positif. Metode pendekatan yang
digunakan adalah dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan
(statute approach) dan metode pendekatan konseptual. Bahan hukum yang
digunakan adalah terdiri dari bahan hukum primer dan bahan huhkum sekunder.
Pembahasan yang dijabarkan telah mengkerucutkan jawaban atas rumusan
masalah yang coba dikuak, yaitu terjadinya metamorfosis yang cukup signifikan
di dalam sistem perwakilan di Indonesia dan juga alasan baik dari segi yuridis
maupun yang lainnya seputar kedudukan DPD yang tidak seimbang dalam sistem
perwakilan di Indonesia. | en_US |