dc.description.abstract | Pada bab 1 dikemukakan latar belakang bahwa, dalam sengketa waris
seharusnya diuatamakan proses penyelesaian secara musyawarah antar anggota
keluarga yang bersengketa atau melibatkan orang ketiga sebagai penengah sehingga
tidak terjadi perpecahan dalam keluarga. Demikian bila terjadi sengketa yang sudah
terlanjur berperkara di pengadilan, pada dasarnya hakim dapat menyarankan adanya
upaya perdamaian para pihak tersebut. Dimasukannya prosedur perdamaian ke
dalam system peradilan didasarkan pada Pasal 130 HIR/154 RBg dimana dijelaskan
hakim wajib menganjurkan para pihak yang berperkara untuk menempuh prosedur
perdamaian terlebih dahulu. Jika perdamaian tersebut gagal, maka sidang
pemeriksaan perkara akan dilanjutkan. Namun, jika perdamaian tersebut berhasil
menghasilkan kesepakatan, maka perdamaian tersebut harus dituangkan dalam
bentuk tertulis dan ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa. Jika para
pihak tidak menghendaki supaya kesepakatan itu dituangkan ke dalam putusan,
maka pihak penggugat haruslah mencabut gugatannya. Dilihat dari Pasal 130
HIR/154 RBg, terdapat ketidakjelasan hukum dalam pengaturan kekuatan hukum
putusan perdamaian. Rumusan masalah yang akan dibahas adalah : (1) dasar
dibuatnya akta perdamaian yang dibuat oleh para pihak dalam sengketa waris Islam
dalam Putusan Nomor 3308/ Pdt.G/2018/PA.Bwi, (2) kekuatan hukum adanya akta
perdamaian yang disahkan oleh hakim, dan (3) akibat hukum adanya akta
perdamaian yang dikkan dalam Putusan Nomor 3308/Pdt.G/2018/PA.Bwi . | en_US |