dc.description.abstract | Latar belakang penulisan skripsi ini adalah Perjanjian harus dilaksanakan
dengan baik, sehingga prestasi dapat dipenuhi oleh masing-masing pihak. Demikian
halnya dalam perjanjian pembiayaan konsumen, pembayaran angsuran harus
dilakukan dengan tepat waktu agar tidak terjadi wanprestasi yang akhirnya
dilakukan penyitaan terhadap objek jaminan, sebagaimana kajian dalam Putusan
Nomor 482 K/Pdt.Sus-BPSK/2018, dimana Termohon Kasasi dalam perkara a quo
dipicu oleh perbuatan Pemohon Kasasi yang tidak memenuhi kewajibannya yaitu
membayar cicilan kredit pembiayaan sesuai dengan jadwal pembayaran yang
ditetapkan dalam perjanjian pembiayaan yang ditanda tangani oleh Pemohon
Kasasi, sehingga pokok perkara a quo adalah sengketa ingkar janji bukan sengketa
konsumen, karena itu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) tidak
berwenang memeriksa dan mengadili sengketa a quo. Berdasarkan latar belakang
tersebut di atas penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan penyitaan barang
jaminan oleh lembaga pembiayaan konsumen sebagai bentuk perbuatan melawan
hukum karena debitur melakukan wanprestasi.
Rumusan masalah yang akan dibahas adalah : (1) Apa akibat hukum bagi
debitur wanprestasi dalam perjanjian pembiayaan kendaraan bermotor ? ; (2)
Apakah BPSK berwenang untuk memberikan putusan terhadap penarikan mobil
karena wanprestasi dalam pembayaran angsuran ? dan (3) Apa pertimbangan
hukum hakim dalam Putusan Nomor 607 K/Pdt.Sus-BPSK/2018 yang menolak
permohonan kasasi seluruhnya.
Tujuan umum penulisan ini adalah : untuk memenuhi syarat-syarat dan
tugas guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Jember, menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususnya
hukum lingkup hukum perdata.
Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian
yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan
konseptual. Bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan
non hukum. Analisa bahan penelitian dalam skripsi ini menggunakan analisis
deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil penelitian bahwa Pertama
Akibat hukum bagi debitur yang wanprestasi dalam perjanjian pembiayaan
kendaraan bermotor adalah hak eksekusi atas jaminan kredit berupa penarikan
mobil oleh kreditur. Wanprestasi yang dilakukan konsumen kepada lembaga
pembiayaan konsumen dalam hal ini telah melakukan keterlambatan dalam
pembayaran angsuran mobil Ertiga, sebagaimana Perjanjian Kredit Nomor
9540026798-PK-001, tanggal 19 Mei 2011 dan Akta Jaminan Fidusia Nomor 189,
tanggal 29 Mei 2015, dalam hal ini telah konsumen terlambat dalam melakukan
pembayaran angsuran yaitu Agustus, September, Oktober Tahun 2016. Terhadap
adanya wanprestasi tersebut, menimbulkan akibat hukum, Kedua BPSK tidak
berwenang untuk memeriksa perkara wanprestasi, karena merupakan kewenangan
Pengadilan Negeri. BPSK hanya berwenang untuk menyelesaikan kasus-kasus
sengketa konsumen yang berskala kecil dan bersifat sederhana, dan penyelesaian
sengketa dapat dilakukan secara cepat, mudah dan murah serta putusan BPSK
bersifat final dan mengikat, jika diterima oleh kedua belah pihak. Dalam kaitannya
dengan kasus yang dikaji, bahwasanya perbuatan Pemohon Kasasi yang tidak
memenuhi kewajibannya yaitu terlambat membayar cicilan kredit pembiayaan
sesuai dengan jadwal pembayaran yang ditetapkan dalam perjanjian pembiayaan
yang ditanda tangani oleh Pemohon Kasasi, sehingga pokok perkara a quo adalah
sengketa ingkar janji bukan sengketa konsumen, karena itu Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) tidak berwenang memeriksa dan mengadili sengketa a
quo. Ketiga, Pertimbangan hukum hakim dalam Putusan No.607 K/Pdt.Sus-
BPSK/2018 yang menolak permohonan kasasi seluruhnya Mahkamah Agung sudah
tepat, karena dalam hal ini BPSK tidak berwenang untuk memeriksa perkara
wanprestasi dalam hubungan hukum perjanjian. Dapat diketahui bahwa Penggugat
selaku Konsumen dalam hal ini tidak memenuhi kewajibannya yaitu terlambat
membayar cicilan kredit pembiayaan sesuai dengan jadwal pembayaran yang
ditetapkan dalam perjanjian pembiayaan yang ditanda tangani bersumber dari
masalah pelaksanaan perjanjian pembiayaan dengan pemberian jaminan fidusia.
Dapat diberikan beberapa saran, bahwa : Hendaknya seseorang harus lebih
arif, bijak, dan teliti dalam melaksanakan suatu perjanjian. Demikian halnya dengan
perjanjian pembiayaan konsumen hendaknya harus sesuai dengan prinsip
perlindungan konsumen. Hendaknya para pihak dalam perjanjian dapat
melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing sehingga tidak terjadi wanprestasi
yang merugikan orang lain yang mewajibkan orang lain tersebut mengganti
kerugian tersebut. Para pihak dalam perjanjian hendaknya mempunyai itikad baik
dalam perjanjian sehingga perjanjian tersebut dapat dilaksanakan dengan baik
sesuai dengan kesepakatan para pihak. Upaya yang dilakukan oleh Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen di masa yang akan datang adalah dengan
mengoptimalkan SDM anggota BPSK dengan menambah kualitas keilmuan
terutama mengenai perlindungan konsumen dengan mengikuti pelatihan dan
pendidikan agar dapat memenuhi standart miminal personal majelis anggota BPSK,
sehingga tidak salah salam memberikan putusan. Diharapkan dengan
mengoptimalkan kualitas anggota BPSK dan dengan anggaran yang optimal
sehingga edukasi kepada masyarakat konsumen agar tercipta konsumen yang
cerdas dan mandiri, termasuk memberikan edukasi kepada pelaku usaha agar dalam
menjalankan praktik bisnisnya senantiasa mengedepankan hak konsumen dan
menjadikan konsumen sebagai asset bagi pelaku usaha. | en_US |