dc.description.abstract | Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya, mendefinisikan satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat, air, dan udara. Pasal 20 Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang SDA menggolongkan jenis satwa menjadi dua, yaitu satwa dilindungi (bahaya kepunahan, populasinya jarang) dan satwa tidak dilindungi. Persoalannya adalah ketika satwa (tidak dilindungi) tidak mendapatkan perlindungan sebagaimana perlakuan yang dilarang pada Pasal 302 KUHP. Sedangkan salah satu prinsip kesejahteraan hewan adalah bebas dari rasa sakit baik sedikit maupun banyak, selain itu patut tidaknya suatu perbuatan tidak dilihat dari sudut pandang manusianya, melainkan dari kesejahteraan satwa itu. Maka dari itu Penulis tertarik untuk mengkaji, apakah tindakan melatih satwa (tidak dilindungi) secara tidak alami untuk tujuan pertunjukan merupakan tindak pidana. Kemudian, bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku yang melatih satwa (tidak dilindungi) secara tidak alami untuk tujuan pertunjukan. Metode penelitian skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah atau norma dalam hukum positif. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Sumber bahan yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah bahan hukum primer dan sekunder. Setelah bahan hukum terkumpul kemudian dilakukan analisis bahan hukum yang terdiri dari 5 langkah. Tindakan melatih satwa (tidak dilindungi) secara tidak alami untuk tujuan pertunjukan merupakan tindak pidana, hal tersebut didasarkan pada Pasal 302 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 91B Undang-Undang No.41 Tahun 2014 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, unsur-unsur yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terpenuhi yakni (1) sengaja menyakiti, melukai kesehatan binatang (2) sengaja tidak memberi makan dan minum, (3) perbuatan itu dilakukan tidak dengan maksud yang patut atau melewati batas yang diizinkan. Berdasarkan prinsip kebebasan /kesejahteraan hewan bahwa hewan harus bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, cidera dan penyakit dan sebagainya, artinya rasa sakit sedikit maupun banyak tidak diperbolehkan dilakukan terhadap hewan dengan alasan apapun, (4) binatang itu sama sekali atau sebagian kepunyaan orang itu. Oleh karena itu pelaku yang melatih satwa secara tidak alami dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan Pasal 302 KUHP yakni minimal 1 (satu) bulan dan maksimal 9 (sembilan) bulan penjara dan ditambah denda yang disesuaikan nilai rupiah yang dinyatakan dengan putusan hakim. Penulis beralasan tidak menggunakan sanksi yang diatur didalam Pasal 91 B Undang-Undang No. 41 Tahun 2014 dikarenakan tidak ada penjelasan secara mendetail mengenai pasal yang diatur selain itu sanksi pidana didalamnya tergorolong ringan. Saran yang diberikan penulis dalam skripsi ini, yang pertama adalah Kepada pemerintah Indonesia dalam hal ini perlu menciptakan peraturan khusus yang melindungi satwa (tidak dilindungi) agar terhindar dari tindakan eksploitasi dalam pertunjukan secara tidak alami, kedua adalah Peraturan didalam KUHP sudah diatur mengenai tindakan-tindakan yang dilarang dilakukan terhadap hewan, peran dari aparat penegak hukum sangat dibutuhkan untuk merealisasikan aturan tersebut, baik yang terdapat didalam KUHP maupun undang-undang yang berkaitan khususnya pada tindakan terhadap satwa (tidak dilindungi) dalam pertunjukan yang dilakukan secara tidak alami atau dapat dikatakan pada semua tindakan ekspoitasi terhadap hewan baik tindakan penganiayaan dan kekerasan | en_US |