dc.description.abstract | Skripsi ini dapat diambil kesimpulan yaitu: Pertama Berdasarkan teori diatas, menurut penulis terkait lahirnya perjanjian asuransi melalui penawaran telemarketing yang dilakukan PT. BNI Life Insurance lebih kepada teori penerimaan (ontvangstheorie), yaitu dibuktikan dengan perbuatan menerima atau telah ada kesepakatan dimana nasabah/calon tertanggung menerima tawaran dari telemarker melalui telepon seluler dan disimpan dalam bentuk rekaman pembicaraan yang bisa digolongkan sebagai
bukti menerima. Dengan adanya bukti menerima yang merupakan dokumen
perbuatan hukum, maka jelas pula dalam perjanjian tersebut yaitu kapan
perbuatan penerimaan itu dilakukan, atau bukti penerimaan (rekaman
pembicaraan) itu lahir. Juga bisa dikatakan sah apabila petugas Telemarker dalam
menawarkan produknya menjelaskan secara terperinci sehingga calon tertanggung
benar-benar memahami produk yang ditawarkan sesuai dengan Pasal 9 UU ITE
xiv dan memenuhi syarat-syarat terjadinya perjanjian pada pasal 1320 KUH Perdata,
dan tidak boleh ada pemaksaan. Apabila dalam pelaksanaannya Telemarker tidak
jelas dalam menawarkan produknya serta ada indikasi pemaksaan di dalamnya,
perjanjian yang dihasilkan dari sebuah paksaan adalah Contradictio interminis.
maka perjanjian yang dihasilkan tidak bisa dikatakan sah, karena menyalahi asas
konsensual sesuai yang tercantum dalam Pasal 1321 KUH Perdata. Namun sah
yang dimaksud disini hanya sebatas sebagai perjanjian pra kontrak, karena untuk
terlaksananya suatu perjanjian asuransi pada Asuransi BNI Life harus didahului
dengan adanya Surat Permohonan Asuransi Jiwa (SPAJ). Kedua, Penawaran
melalui Telemarketing yang digunakan pihak PT. BNI Life Insurance adalah
penawaran yang dilakukan menggunakan alat komunikasi telepon seluler, dimana
pembicaraan antara Telemarker dengan calon tertanggung akan direkam.
Rekaman pembicaraan ini bisa dikatakan sebagai dokumen elektronik sesuai
dengan bunyi Pasal 1 angka 4 UU ITE, rekaman pembicaraan sebagai dokumen
elektronik berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU ITE merupakan suatu alat bukti
hukum yang sah dan memiliki kekuatan hukum. Rekaman pembicaraan ini telah
memenuhi ketentuan dalam Pasal 6 UU ITE. Ketiga Proses pembuatan perjanjian
melalui Telemarketing dalam bancassurance sangat riskan akan timbulnya
permasalahan bagi nasabah bank. Namun, Bank Indonesia (BI) sebagai Bank
Sentral telah menanggulanginya mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No.
10/10 PBI/2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No.
7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. Berdasarkan Pasal 2
ayat (1) Bank wajib menyelesaikan segala macam aduan yang diajukan oleh
nasabah, BI juga menentukan kebijakan dan prosedur yang wajib dilakukan bank
untuk menyelesaikan pengaduan nasabah yang tertuang pada Pasal 2 ayat (2),
kalau nasabah/tertanggung berhalangan hadir langsung ke bank maka bisa
diwakilkan kepada perwakilan nasabah dengan ketentuan sesuai dengan Pasal 1
angka 3. Dalam hal ini tentang perjanjian asuransi melalui penawaran
Telemarketing dari pihak PT. BNI Life Insurance memberikkan waktu 14 hari
kerja setelah polis diterima untuk melakukan pengaduan ke bank BNI terdekat,
mau diperbaiki atau diberhentikan. Setelah melakukan pengaduan tapi masalah
xv
belum selesai, nasabah/calon tertanggung akan tetap mendapatkan perlindungan
hukum, karena menurut penulis, cara penawaran seperti diatas dapat diduga
menjadi faktor terjadinya pennyalahgunaan keadaan (misbruik van
omstadigheden) lebih tepatnya golongan penyalahgunaan keunggulan psikologis.
Kelemahan nasabah/calon tertanggung dalam memahami isi perjanjian, kemudian
dijadikan kesempatan oleh pihak perusahaan dalam hal ini telemarker sebagai
petugasnya untuk menawarkan produk asuransinya, dan kelemahan tersebut dapat
menjadi sebuah keuntungan bagi perusahaan untuk memenuhi target penjualan
produknya. Keadaan ini bisa dijadikan sebuah pembelaan oleh nasabah/calon
tertanggung | en_US |