dc.description.abstract | Anak merupakan aset bangsa sebagai bagian dari generasi muda yang akan menjadi salah satu tombak pembangunan bangsa, pada saatnya anak akan menempati posisi penting dikehidupan bermasyarakat karena anak merupakan calon agen perubahan sosial. Perlindungan bagi anak dilakukan tidak lain karena anak merupakan sosok manusia yang dalam hidup dan kehidupannya masih menggantungkan intervensi pihak lain. Tindakan menyimpang yang dilakukan oleh anak disebut dengan Juvenil delinquency artinya anak yang melakukan tindak pidana disebut sebagai kenakalan, sehingga sanksi yang dijatuhkan bersifat rehabilitasi. Upaya untuk memberikan perlindungan terhadap anak yang menjadi pelaku tindak pidana harus segera dilakukan, salah satu langkah awal untuk memberikan perlindungan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak adalah dengan menyelenggarakan sistem peradilan anak.
Terdapat beberapa kasus tindak pidana anak yang telah dijatuhi sanksi oleh Pengadilan di Indonesia. Beberapa diantaranya akan diangkat dalam penelitian skripsi terkait sanksi bagi anak, diantaranya adalah putusan Putusan Pengadilan Negeri Pariaman dengan nomor 6/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Pmn (selanjutnya disebut putusan II) dengan terdakwa ES (16 tahun), DR (16 tahun), dan DA (16 tahun) dijatuhi dengan pidana penjara masing-masing selama 15 (lima belas) hari, atas kasus pencurian dalam keadaan memberatkan. Telah terjadi juga pencurian dengan pemberatan di Kabupaten Jember dan diadili di Pengadilan Negeri Jember dengan putusan nomor 6/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Jmr (selanjutnya disebut putusan III) yang menyatakan ER (16 tahun) dijatuhi dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisa dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana penjara terhadap anak sebagai pelaku kejahatan ditijau dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan untuk menganalisa penerapan pidana penjara terhadap anak sebagai pelaku kejahatan apabila ditinjau dari perspektif tujuan pemidanaan terhadap anak. Untuk menjawab isu hukum yang timbul, penulis menggunakan metode penulisan skripsi (legal research), adapun menggunakan dua pendekatan masalah yakni pendekatan undang-undang (statue approach) yang terdiri dari beberapa undang-undang antara lain adalah KUHP, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, danUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2012 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan pendekatan konseptual (conceptual approach) berupa pandangan-pandangan dak doktrin-doktrin dalam ilmu hukum yang akan melahirkan pengertian-pengertian hukum mengenai peradilan anak, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum dalam menentukan suatu perbuatan tindak pidana, serta bahan hukum sekunder yang sesuai denga tema skripsi.
Dalam pembahasan, penulis mengemukakan hukuman yang dijatuhkan kepada anak selain tindakan tidak dapat diterapkan lagi atau perbuatan yang dilakukan oleh anak sudah dinilai kelewatan dan melampaui perbuatan yang tidak pantas untuk dilakukan oleh seorang anak. Karena di dalam putusan tersebut tidak menyebutkan hal-hal mengenai perbuatan anak yang sudah melampaui batas, sehingga hakim tidak mempunyai pilihan lain dalam menjatuhkan sanksi selain pidana penjara, dan ini sesuai dengan tujuan dari terbentuknya UU SPPA itu sendiri. Kedua, penjatuhan sanksi ditujukan untuk melindungi kepentingan anak, maka ancaman sanksi perampasan kemerdekaan sejauh mungkin dihindarkan.
Saran dari penulisan skripsi ini ialah hakim perlu lebih cermat di dalam menjatuhkan putusannya. UU-SPPA harus menjadi pertimbangan penting bagi hakim di dalam menjatuhkan putusannya. Selanjutnya hakim perlu memuat hal-hal mengenai alasan yang jelas dan menguatkan dasar alasan menjatuhkan sanksi tersebut kepada terdakwa. Untuk meminimalisir timbulnya hal negatif bagi anak pelaku tindak pidana maka hakim seharusnya menjauhkan sanksi perampasan kemerdekaan kepada anak sejauh mungkin. | en_US |