dc.description.abstract | Pemeriksaan praperadilan idealnya hanyalah ada pada bagian formal admistratif saja. Dinyatakannya tidak sah penetapan tersangka terhadap Setya Novanto (pemohon) melalui surat No. 310/23//07/2017 tanggal 18 juli 2017, serta perintah penghentian penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) berdasarkan Surat Perintah Penyidikan No. Sprin.Dik-59/01/07/2017 tanggal 17 juli 2017 dengan alasan tidak cukupnya alat bukti yang sah, tidak termasuk bagian obyek pemeriksaan praperadilan, putusan Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali terhadap Putusan Praperadilan dalam Pasal 2 ayat (2) telah memperjelas batasan dalam pemeriksaan praperadilan terutama pada pemeriksaan penetapan terangka hanya menilai aspek formil yaitu ada atau tidaknya 2 alat bukti yang cukup yang menjadi alasan penetapan status tersangka, dalam Putusan No. 97/Pid.Prap/2017/PN.Jkt.Sel hakim telah menjalankan kewenangan investigating judge yang mana itu merupakan bagian dari wewenang hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Adapun rumusan masalah dalam skripsi ini adalah tentang penetapan status tersangka terhadap Setya Novanto (pemohon) yang dinyatakan tidak sah dalam Putusan Praperadilan No. 97/Pid.Prap/2017/PN.Jkt.Sel tidak sesuai dengan Pasal 77 KUHAP jouncto Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014, dan rumusan masalah yang kedua adalah diyatakannya suatu perintah untuk menghentikan penyidikan terhadap SETNOV bertentangan dengan Pasal 109 KUHAP dan Undang-Undang No. 30 tahun 2002.Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana batas dari pemeriksaan praperadilan pada putusan No. 97/Pid.Prap/2017/PN.Jkt.Sel dikaitkan dengan perundang-undangan yang berlaku untuk mengetahui dasar pertimbangan dalam memberikan putusan tentang tidak sahnya penetapan Setya Novanto sebagai tersangka oleh termohon dan Diperintahkannya penghentian penyidikan oleh termohon terhadap pemohon ditinjau berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan undang-undang (statue approach). Pendekatan konseptual (conceptual approach) . pendekatan undang-undang (statue approach) yaitu Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan studi kasus (case study) yaitu putusan Pengadilan Negeri Jakarta No. 97/Pid.Prap/2017/PN. Bahan hukum yang digunakan yakni bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Pada pokok bahasan yang telah diuraikan adalah kewenangan pemeriksaan praperadilan idealnya adalah terbatas pada examinating judge dan tidak melingkupi pada konteks yang lebih luas pada investigating judge, pengujiannya hanya terbatas pada formal adminitratif saja tanpa memeriksa sah atau tidaknya alat bukti yang menjadi dasar sangkaan unsur delik yang mana itu merupakan bagian dari kewenangan Pengadilan Negeri. Dalam putusan nomor 97/Pid.Prap/2017/PN harusnya hakim mempertimbangkan bukti-bukti yang disampaikan oleh termohon dalam sidang pemeriksaan praperadilan dan mempedomani peraturan perundang-undangan terkait dengan praperadilan. | en_US |