dc.description.abstract | Tujuan dilakukannya analisis skripsi ini secara khusus adalah untuk
mengetahui dan upaya penyelesaian yang dapat dilakukan penggugat dalam hal
putusan yang inkracht van gewijsde dan untuk mengetahui dan memahami apakah
presiden dapat menjatuhkan sanksi terhadap kepala daerah yang tidak
melaksanakan putusan PTUN yang inkracht van gewijsde.
Metode Penelitian ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif dengan
pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Penelitian ini
menggunakan berbagai bahan hukum seperti bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan non hukum untuk mendukung analisis yang dilakukan.
Adapun hasil pembahasan dan kesimpulan dari penulisan skripsi ini, yakni:
Pertama, Upaya penyelesaian yang dapat dilakukan penggugat dalam hal putusan
yang inkracht van gewijsde tidak dilaksanakan oleh kepala daerah, bagi
penggugat dapat menggunakan landasan untuk memohon kepada ketua
pengadilan adalah Pasal 116 ayat (4), (5), dan (6) Undang-Undang Nomor 51
Tahun 2009. Kriteria untuk memberlakukan Pasal 116 ayat (4), (5), dan (6)
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 adalah harus terlebih dahulu memenuhi
maksud dari ketentuan Pasal 116 ayat (3), yang menetapkan jangka waktu kapan
suatu putusan PTUN itu dianggap tidak dilaksanakan. Kedua,Tindakan Presiden
terhadap kepala daerah yang tidak melaksanakan putusan PTUN yang inkracht
van gewijsde Presiden didudukkan sebagai pemegang pemerintahan tertinggi
namun kewenangan Presiden dalam Pasal 116 ayat (6) tersebut hanya menyangkut
pada hal (peristiwa) Pejabat TUN yang tidak melaksanakan putusan PTUN
yang inkracht van gewijsde. Penegasan kewenangan Presiden secara Implisit
dalam Pasal 116 ayat (6) demi memberi perlindungan hukum. Presiden dapat
memberikan sanksi teguran dan pemanggilan kepada Kepala Daerah untuk
dimintai keterangan yang tidak melaksanakan putusan TUN, apabila kepala
daerah masih tidak mengidahkan teguran tersebut maka presiden sebagai
pemegang kekuasaan tertinggi sesuai Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mendapat usulan dari DPRD
sebagai fungsi pengawas, dapat melakukan pemberhentian kepada Kepala Daerah
atas dasar tidak mematuhi kewajiban dan larangan sebagai kepala daerah,
sekaligus melanggar sumpah jabatan sesuai Pasal 27, 28 dan Pasal 110 UndangUndang
Nomor
32
Tahun
2004.
Saran dari penelitian ini yaitu pertama, untuk penggugat dalam berperkara
di pengadilan Tata Usaha Negara, agar dalam petitum Gugatannya mencantumkan
permintaan upaya paksa untuk mengantisipasi putusan tidak dilaksanakan oleh
tergugat. Kedua, Agar semua ini dikembalikan kepada kesadaran sikap dan moral
Kepala Daerah yang seharusnya dapat menaati dan melaksanakan putusan TUN
sebagaimana amar putusan tersebut. | en_US |