dc.description.abstract | Orang dengan gangguan pendengaran/bicara adalah salah satu sub populasi dari masyarakat
dengan disabilitas, yang termasuk ke dalam kelompok rentan bencana, seperti anak-anak, ibu
hamil, dan orang lanjut usia. Kasus gempa bumi di Yogyakarta tahun 2006 lalu, menyadarkan
banyak pihak untuk menggunakan disability mainstreaming dalam penyusunan strategi tanggap
bencana. Hal tersebut kemudian dituangkan dalam Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2012 Tentang
Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif, dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data
mempergunakan FGD, observasi, dan studi dokumentasi. Beberapa temuan penting untuk tanggap
bencana bagi orang dengan gangguan pendengaran/bicara adalah ; 1) perlunya maksimalisasi
fungsi visual; 2) lari sebagai satu reaksi cepat ketika alat deteksi dini tidak berfungsi, dan; 3)
masyarakat perlu menguasai bahasa isyarat. Saat bencana, informan mampu mengidentifikasi
lambang-lambang tertentu yang dipergunakan, misalnya logo palang merah. Untuk komunikasi,
informan menggunakan perantara keluarga sebagai mediator dengan pihak lain. Dan, untuk
pasca bencana, informan menyampaikan pentingnya psikolog yang menguasai bahasa isyarat
untuk program reduksi trauma pasca bencana. Disimpulkan, orang dengan disabilitas adalah
salah satu kelompok rentan terhadap bencana. Dan oleh karena itu, disability mainstreaming
merupakan isu yang harus disertakan untuk strategi tanggap bencana. | en_US |