dc.description.abstract | Konflik bersenjata (armed conflict) suatu keadaan yang tidak asing lagi di
dunia Internasional. Kurun waktu sekitar 74 tahun belakangan ini setelah munculnya
Konvensi-konvensi Jenewa 1949, hampir seluruh manusia mengalami konflik
bersenjata dengan jumlah yang sangat besar. Konflik bersenjata cenderung
menimbulkan kekacauan, kehancuran dan kesengsaraan pada kehidupan manusia,
baik terhadap kombatan maupun non-kombatan. Kombatan dan penduduk sipil dalam
hukum humaniter Internasional harus dibedakan. Meskipun pembedaan terhadap
kombatan dengan penduduk sipil hal yang penting, namun perlindungan terhadap
keduanya juga tidak kalah penting. Baik kombatan maupun penduduk sipil tetap
mendapatkan perlindungan sesuai dengan Hukum Humaniter Internasional.
Sesungguhnya perlindungan terhadap kombatan telah diatur dalam Konvensi Jenewa
III (The Geneva Convention relative to the Treatment of Prisoners of War),
sedangkan perlindungan terhadap penduduk sipil diatur dalam Konvensi Jenewa IV
(The Geneva Convention relative to the Protection of Civilian Persons in Time of
War).
Khusus bagi anak-anak, Pasal 24 Konvensi Jenewa IV menjamin bahwa pihak
yang bertikai akan mengambil tindakan yang diperlukan untuk anak-anak di bawah
lima belas tahun, anak-anak yatim piatu yang terpisah dari keluarganya karena
perang, tidak akan dibiarkan sendiri. Anak-anak tersebut akan mendapatkan
perlindungan, pemeliharaan, dan bantuan dalam pelaksanaan ibadah dan pendidikan.
Pihak-pihak yang bertikai harus membantu usaha penempatan anak-anak di
negara netral dan harus mengambil tindakan-tindakan yang perlu agar semua anak di
bawah 12 tahun diberi tanda-tanda identitet (cakram pengenal dan sebagainya).
Keterangan mengenai identitas, harus diberikan kepada pihak penawan. Setiap pihak
dalam sengketa harus melengkapi setiap orang yang mungkin menjadi tawanan
perang musuh dengan suatu kartu pengenal (identitas) (Mochtar Kusumaatmadja
2002: 77). Bukan justru ditangkap untuk dimanfaatkan, disakiti bahkan dibunuh. | en_US |