dc.description.abstract | Penyimpangan perilaku terhadap anak sering kita jumpai, bahkan terdapat anak yang melakukan perbuatan melanggar hukum tanpa mengenal status sosial dan ekonomis. Anak yang kurang kasih sayang serta kurangnya mendapatkan bimbingan dan pembinaan dalam perkembangan sikap, perilaku serta pengawasan dari kedua orang tuanya, sehingga anak tersebut muda terseret dalam arus pergaulan masyarakat dan lingkungan yang kurang baik serta dapat merugikan perkembangan terhadap anak itu sendiri. Permasalahan yang mengenai Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), salah satunya adalah seperti pengedaran sediaan farmasi/obat-obatan keras tanpa izin edar. Yang mana dalam penjualan obat-obatan tersebut harus dilakukan dengan orang-orang yang berprofesi dibidangnya. Dengan demikian pengedaran sediaan farmasi/obat tidak dapat disalahgunakan atau diedarkan tanpa ada izin edar ataupun resep dari dokter. Namun selain harus memiliki izin edar, pengedaran obat-obatan tersebut hanya dapat diedarkan melalui orang atau instansi yang harus memiliki izin kerja. Anak dianggap melakukan perbuatan melawan hukum bahwa telah melanggar aturan dalam UU Kesehatan karena mengedarkan sediaan farmasi/obat yang tidak memiliki izin edar maupun izin kerja. Namun Anak sebagai pelaku tindak pidana harus mendapatkan perlakuan yang khusus dalam menghadapi dan menjalankan proses dalam persidangan seperti bentuk perlindungan dan juga harus mementingkan kepentingan terbaik tanpa adanya diskriminasi. Oleh karena itu, pada proses pemeriksaan maupun dalam penerapan dan penjatuhan sanksi pidana terhadap anak harus sesuai dengan ketentuan yang mana telah diatur dengan UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu : Pertama, Apa syarat yang harus dipenuhi untuk penjual sediaan farmasi/obat sehingga pebuatan terdakwa dapat dikategorikan melawan hukum, Kedua, Apakah sanksi pidana yang dijatuhkan kepada anak dalam putusan Nomor: 16/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Jmr telah sesuai dengan sistem peradilan pidana anak. Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisam karya ilmiah dalam bentuk skripsi ini yaitu : Pertama, untuk mengetahui serta menganalisis syarat yang harus dipenuhi untuk penjual sediaan farmasi/obat sehingga terdakwa anak dapat dikategorikan melawan hukum, Kedua, untuk menganalisis sanksi pidana yang dijatuhkan kepada anak dalam Putusan Nomor : 16/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Jmr telah sesuai dengan sistem peradilan pidana anak.
Metode penelitian untuk mengkaji beberapa permasalahan diatas menggunakan penelitian yuridis normatif. Sedangkan pendekatan masalah yang digunakan pada penulisan skripsi ini didasarkan pada pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Untuk mengkaji isu hukum dalam skripsi ini penulis mengacu pada perundang-undangan, asas-asas hukum, serta doktrin-doktrin para ahli hukum yang relevan guna menguraikan, menjabaran, serta menjelaskan konsep sehingga menjadi landasan dalam pembahasan. Penelitian ini penulis menggunakan bahan-bahan hukum primer yang meliputi berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait, dan bahan hukum sekunder yang meliputi buku-buku dan bahan bacaan lain mengenai hukum yang dapat menunjang kajian dari isu hukum yang diangkat.
Berdasarkan analisa dan pembahasan yang telah dilakukan,hasil penelitian secara umum maka kesimpulan yang dapat ditarik yaitu: Pertama, syarat yang harus dipenuhi sebagai penjual sediaan farmasi/obat agar tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum yaitu : mengenai orang yang mengedarkan : 1). Telah Dewasa, yang mana bukan dikategorikan sebagai anak, 2). Memiliki keahlian dalam bidang kefarmasian, 3). Harus memiliki surat izin kerja apoteker serta surat izin praktek yang mana telah dijelaskan dalam Pasal 1 angka 12 dan Pasal 1 angka 13 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/MENKES/PERS/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktek dan Kerja Tenaga Kefarmasian. Mengenai obat yang dapat diedarkan, Obat yang dapat diedarkan harus sesuai dengan kriteria yang mana telah diatur dalam ketentuan Pasal 4 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang Registrasi Obat, 2). Macam-macam obat yang dapat diedarkan diatur berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 949/MENKES/PER/VI/2000 mengenai golongan obat. Kedua, Sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa Anak dalam putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor : 16/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Jmr telah sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. serta sistem pemidanaan yang digunakan yang mana dalam UU SPPA menganut dua jalur atau “Double tract system” yakni kesetaraan antara sanksi pidana dan sanksi tindakan. Sanksi pidana penjara yang dijatuhkan pada anak telah sesuai dengan sistem sanksi yang dijatuhkan pada anak yaitu Pasal 81 ayat (2) yang mana pidana pidana penjara yang dijatuhkan pada anak yakni paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum pidana penjara yang dijatuhkan pada orang dewasan. Sedangkan Pidana denda yang dijatuhkan telah sesuai dengan ketentuan pada Pasal 71 ayat (3) yang mana apabila dijatuhkan pidana kumulatif berupa pidana penjara dan pidan denda maka pidana denda diganti dengan pelatihan kerja.
Saran yang disampaikan oleh penulis adalah Pertama, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) perlu adanya pengawasan yang leboh terhadap kegiatan produksi dan pengedaran obat tanpa izin edar yang masih meresahkan masyarakat. Perlu adanya koordinasi antara pemerintah atau lembaga swasta dengan rumah sakit, organisasi profesi, tenaga medis, apotek, serta toko obat agar dapat meminimalisir terjadinya produksi atau pengedaran obat tanpa izin edar. Kedua, hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap anak tetap mengedepankan sifat ultimum remedium yang mana pidana penjara merupakan alternatif terakhir, serta memperhatikan kepentingan masa depan anak. | en_US |