Show simple item record

dc.contributor.advisorRato, Dominikus
dc.contributor.advisorFahamsyah, Ermanto
dc.contributor.authorCHABIBAH, Nur
dc.date.accessioned2019-09-13T06:35:07Z
dc.date.available2019-09-13T06:35:07Z
dc.date.issued2019-09-13
dc.identifier.nimNIM150710101614
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/92760
dc.description.abstractPerkebunan di Indonesia diatur di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan (UU Perkebunan). Seorang pengusaha di bidang perkebunan harus memenuhi beberapa persyaratan, salah satunya adalah persyaratan pada Pasal 42 UU Perkebunan. Sebelum dilakukanya pengujian pada pasal 42 oleh Mahkamah Konstitusi (MK), menyatakan bahwa Kegiatan usaha budi daya Tanaman perkebunan dan/atau usaha Pengolahan Hasil perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh Perusahaan Perkebunan apabila telah mendapatkan hak atas tanah dan/atau izin Usaha perkebunan. Didalam pasal tersebut terdapat frasa “hak atas tanah dan/atau izin usaha perkebunan” frasa tersebut dianggap bertentangan dengan Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Adanya permasalahan tersebut MK melakukan pengujian kembali (judicial review) terhadap pasal 42 UU Perkebunan. Dalam Putusan MK Nomor 138/PUUXIII/2015, majelis hakim MK mengubah bunyi frasa yang semula “dan/atau” menjadi kata “dan” saja. Sehingga perusaan perkebunan baik yang sudah berdiri maupun yang akan mendirikan perusahaan perkebunan wajib memiliki hak atas tanah dan izin usaha perkebunan. Berdasarkan masalah tersebut penulis tertarik untuk menganalisa dan menulis karya ilmiah dalam skripsi ini yang berjudul “ Kepastian Hukum Status Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-XIII/2015.” Rumusan masalah yang dikemukakan dalam skripsi ini adalah: Pertama, Bagaimana pengaturan tentang Legalitas Perusahaan perkebunan kelapa sawit pra dan pasca putusan Mahkamah Konstitusi 138/PUU-XIII/2015? ; kedua,Apa akibat hukum bagi perkebunan kelapa sawit yang tidak memiliki hak atas tanah dan izin usaha perkebunan pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUUXIII/2015?; dan ketiga, Apa pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-XIII/2015?. Tujuan dari penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji pengaturan Legalitas Perusahaan perkebunan kelapa sawit pra dan pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-XIII/2015, kemudian untuk mengetahui dan mengkaji akibat hukum bagi perkebunan kelapa sawit yang tidak memiliki hak atas tanah dan izin usaha perkebunan pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-XIII/2015 serta yang terakhir untuk mengetahui dan mengkaji pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUUXIII/2015. Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah menggunakan metode yuridis normatif (legal research). Pendekatan yang dilakukan pada penulisan skripsi ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan komparatif (comparative approach). Bahan hukum yang digunakan untuk menyusun skripsi ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum. Analisa bahan hukum yang digunakan pada penulisan ini yaitu secara deduktif. Analisa deduktif tersebut berbentuk deduksi yakni diawali dengan hal yang bersifat umum terlebih dahulu, lalu menuju ke hal yang bersifat khusus. Tinjauan pustaka yang ditulis dalam skripsi ini adalah mengenai Kedudukan, Tugas dan Kewenangan, serta Putusan Mahkamah Konstitusi, kemudian Pengertian dan Tujuan Kepastian Hukum, kemudian Pengertian Perusahaan Perkebunan dan Izin usaha Perkebunan, dan yang terakhir Pengertian dan Macam Hak atas tanah. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa pra dilakukanya pengujian kembali pada pasal 42 UU Perkebunan oleh MK perusahaan perkebunan kelapa sawit yang memiliki hak atas tanah atau izin usaha perkebunan dianggap legal. Setelah dilakukanya pengujian oleh MK yang pasca di tetapkan dalam putusan nomor 138/PUU-XIII/2015, perusahaan perkebunan kelapa sawit wajib memiliki hak atas tanah dan izin usaha perkebunan. Untuk mendapatkan hak atas tanah dan izin usaha perkebunan persahaan perkebunan kelapa sawit harus memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang telah di tetapkan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39 Tahun 2013 Tentang Pedoman Perizinan Perusahaan Perkebunan, Jo. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 29 Tahun 2016, Jo. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 21 Tahun 2017. Jika hasil dari putusan MK tersebut tidak dipatuhi maka perusahaan perkebunan kelapa sawit akan dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 105 UU Perkebunan.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries150710101614;
dc.subjectKepastian Hukumen_US
dc.subjectStatus Perkebunanen_US
dc.subjectKelapa Sawiten_US
dc.titleKepastian Hukum Status Perkebunan Kelapa Sawit Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-XIII/2015.en_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record