Show simple item record

dc.contributor.advisorSamsudi
dc.contributor.advisorPrihatmini, Sapti
dc.contributor.authorReza, Muhammad A P
dc.date.accessioned2019-09-05T06:44:48Z
dc.date.available2019-09-05T06:44:48Z
dc.date.issued2019-09-05
dc.identifier.nimNIM140710101496
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/92613
dc.description.abstractLatar belakang dari penulisan skripsi ini adalah adanya penetapan tersangka untuk kedua kalinya terhadap Ilham arief sirajjudin (Pemohon) mantan wali kota Makassar oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya KPK menetapkan Pemohon sebagai tersangka, akan tetapi KPK kalah di praperadilan lantaran menetapkan Pemohon sebagai tersangka namun belum memenuhi minimal 2 alat bukti yang sah sesuai KUHAP. Maka dari itu Hakim praperadilan mengabulkan permohonan Pemohon dan menyatakan penetapan tersangka oleh KPK tidak sah dengan nomor putusan 32/Pid.Prp/2015/Pn.Jkt.Sel pada (Praperadilan jilid1). Lalu setelah Praperadilan Pemohon dikabulkan oleh hakim praperadilan selang beberapa hari KPK kembali menetapkan Pemohon sebagai tersangka kembali. Namun Pemohon kembali melakukan upaya praperadilan dengan salah satu permohonanya yaitu bahwa Pemohon sudah dinyatakan menang pada praperadilan yang sebelumnya dan putusan itu bersifat final dan mengikat semua pihak , maka jika KPK kembali menetapkan Pemohon sebagai tersangka hal itu akan menciptakan ketidakpastian hukum bagi Pemohon. Akan tetapi pada praperadilan jilid 2 ini Hakim praperadilan tidak mengabulkan permohonan Pemohon dengan alasan KPK telah menetapkan Pemohon sesuai dengan prosedur. Dam akhirnya Hakim menolak Praperadilan Pemohon dengan putusan nomor 55/Pid.Prp/2015/Pn.Jkt.Sel. Didalam Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan Nomor: 32/Pid.Prp/2015/Pn.Jkt.Sel dan 55/Pid.Prp/2015/Pn.Jkt.Sel terdapat dua permasalahan hukum yang akan penulis angkat di dalam skripsi ini, permasalahan yang pertama adalah terkait dengan penetapan tersangka untuk kedua kalinya oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap seseorang yang telah dikabulkan praperadilanya dikaitkan dengan azas kepastian hukum. Permasalahan hukum yang kedua adalah terkait dengan Azas Ne bis in idem yang ada di dalam Kitap Undang-Undang Hukum Pidana dikaitkan dengan putusan Nomor: 32/Pid.Prp/2015/Pn.Jkt.Sel dan 55/Pid.Prp/2015/Pn.Jkt.Sel terkait penetapan tersangka untuk kedua kalinya terhadap seseorang. Tujuan dari penulisan skripsi yang hendak dicapai yaitu : Untuk menganalisis penetapan tersangka untuk kedua kalinya oleh penyidik KPK terhadap seseorang yang telah dikabulkan praperadilanya dengan azas kepastian hukum. Kemudian tujuan yang kedua yaitu untuk menganalisis keberadaan mengenai azas Ne Bis In idem yang ada di dalam KUHP dengan putusan praperadilan terkait penetapan tersangka kembali untuk kedua kalinya terhadap seseorang. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan tipe penelitian yuridis normatif yaitu dilakukan dengan mengkaji berbagai macam aturan hukum yang bersifat formal seperti undangundang, literature-literatur yang berisi konsep teoritis yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundangundangan ( statute approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim dan bahan-bahan hukum sekunder seperti buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. Kesimpulan yang diambil berdasarkan penulisan skripsi ini adalah pertama, penetapan tersangka untuk kedua kalinya terhadap seseorang yang telah dikabulkan praperadilanya oleh penyidik KPK tidak bertentangan dengan azas kepastian hukum, karena praperadilan hanya bersifat administratif semata atau bersifat formil. Maka dari itu jika penyidik masih yakin orang tersebut melakukan tindak pidana penyidik dapat menetapkan seseorang tersebut sebagai tersangka kembali melalui prosedur hukum yang benar. Kesimpulan ke dua, azas ne bis in idem yang ada di dalam KUHP tidak berlaku terhadap putusan praperadilan terkait penetapan tersangka untuk kedua kalinya kepada seseorang, karena praperadilan bersifat administratif (formil) yaitu hanya memiliki kewenangan untuk memeriksa dan memutus mengenai sah tidak upaya paksa dan memberikan perlindungan Hak asasi manusia pada seseorang di tingkat penyidikan serta penuntutan dan bukan memeriksa hal pada saat sidang atau pokok perkara. Adapun saran yang dapat diberkan oleh penulis, Sebaiknya kepada hakim dan pemohon praperadilan betul-betul mempertimbangkan Pasal 77 huruf a KUHAP dan putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 terkait permohonan praperadilan dan juga sebaiknya apabila seseorang telah dikabulkan praperadilanya lalu ditetapkan lagi sebagai tersangka untuk kedua kalinya oleh penyidik, hal tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai perbuatan Ne bis in idem.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries140710101496;
dc.subjectpenyidik KPKen_US
dc.subjectformilen_US
dc.titleAnalisis Yuridis Terhadap Putusan Praperadilan Terkait Kepastian Hukum Mengenai Penetapan Tersangka Untuk Kedua Kalinya Oleh Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsien_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record