Show simple item record

dc.contributor.advisorOHEIWUTUN, Y. A. Triana
dc.contributor.advisorPRIHATMINI, Sapti
dc.contributor.authorFATMADIANSYAH, Ilham Pratama
dc.date.accessioned2019-08-26T03:27:57Z
dc.date.available2019-08-26T03:27:57Z
dc.date.issued2019-08-26
dc.identifier.nimNIM140710101218
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/92154
dc.description.abstractTindak pidana adalah perilaku yang menyimpangi kaidah-kaidah dan norma-norma yang berlaku di masyarakat yang berujung pada suatu pelanggaran, bahkan suatu kejahatan. Pada dasarnya, seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana dapat dijatuhi sanksi pidana, apabila perbuatannya memenuhi unsur-unsur tindak pidana. Salah satu unsur yang harus dipenuhi agar seseorang dapat dikatakan telah melakukan tindak pidana adalah adanya kemampuan bertanggungjawab. Dalam KUHP Indonesia tidak didapati rumusan yang tegas mengenai kemampuan bertanggungjawab, namun dijelaskan dalam Pasal 44 KUHP rumusan keadaan mengenai kapan seseorang tidak dapat dijatuhi hukuman pidana karena terdapat ketidakmampuan bertanggungjawab pada diri pelaku tindak pidana berupa jiwa yang cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit. Dalam hal penerapan Pasal 44 KUHP dalam pemeriksaan di sidang pengadilan, salah satu contoh kasusnya terdapat dalam Putusan Nomor 141/Pid.B/2010/PN. Kbm. atas nama Terdakwa S, ketentuan dalam pasal ini dikesampingkan. Meskipun dalam pemeriksaan di sidang pengadilan didapati fakta yang mengungkapkan bahwa Terdakwa S mengalami gangguan mental, yang mana jika dibenturkan dengan Pasal 44 KUHP harusnya tidak dapat dipidana, majelis hakim yang mengadili perkara tetap menjatuhkan hukuman pidana pada Terdakwa S. Tujuan penulisan skripsi ini ialah pertama, untuk menganalisis penerapan Pasal 44 KUHP pada tindak pidana persetubuhan terhadap anak dalam Putusan Nomor 141/Pid.B/2010/PN.Kbm. kedua, untuk menganalisis pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana pada Putusan Nomor 141/Pid.B/2010/PN.Kbm. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan tipe penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif. Pendekatan masalah yang digunakan untuk menyelesaikan isu hukum yang terdapat dalam skripsi ini ialah pendekatan undang-undang atau statute approach dan pendekatan konseptual atau conceptual approach. Sumber-sumber hukum yang digunakan dalam penelitian hukum ialah sumber-sumber hukum yang berasal dari bahan primer dan bahan hukum sekunder. Hasil penelitian dari skripsi ini adalah penerapan Pasal 44 KUHP Pada Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak Dalam Putusan Nomor 141/Pid.B/2010/PN.Kbm tidak tepat karena adanya ketidakmampuan bertanggungjawab dalam kualifikasi Pasal 44 KUHP bukan hanya sebatas kemampuan berfikir dari pelaku tindak pidana, melainkan juga didasarkan pada keadaan dan kemampuan jiwa yang ada pada diri si pelaku tindak pidana, yang hal tersebut meliputi memampuan pelaku tindak pidana untuk menyadari perbuatannya sebagai suatu perbuatan yang tidak diperbolehkan oleh masyarakat, Jiwa pelaku tindak pidana harus sedemikian rupa sehingga dia mengerti atau menginsyafi nilai dari perbuatannya, selain itu juga tidak cacat dalam pertumbuhan, berupa gagu, idiot, imbecile, dan sebagainya. Sedangkan pengidap retardasi mental tidak hanya bermasalah pada kemampuan intelektualnya, tetapi juga berpengaruh pada kemampuan dirinya untuk menilai suatu perbuatannya sebagai bagian dari masyarakat, apakah perbuatan yang dilakukannya sesuai dengan kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Pengidap retardasi mental juga mengalami masalah menentukan atau menginsyafi segala bentuk perbuatannya apakah merupakan suatu perbuatan tercela atau buruk, ataukah perbuatan yang dipandang sejalan dengan norma-norma yang ada di masyarakat serta pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana pada Putusan Nomor 141/Pid.B/2010/PN.Kbm kurang cermat dan mendalam karena terdapat beberapa fakta-fakta penting penting yang terungkap di persidangan terkait kondisi Terdakwa dan korban yang membawa pengaruh yang cukup besar atas terjadinya suatu tindak pidana yang seakan-akan tidak dijadikan bahan pertimbangan untuk menjatuhkan sanksi pidana. Saran dari penulis terkait permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini ialah majelis hakim hendaknya menggali lebih dalam atas hal-hal di luar ranah hukum yang muncul dari setiap persidangan yang dipimpin, dalam hal ini sangat dimungkinkan memanggil ahli untuk kemudian dimintai keterangan yang sejelasjelasnya guna memutus suatu perkara dengan seadil-adilnya. Selain itu, Majelis hakim yang dipandang sebagai “Wakil Tuhan” diharapkan lebih cermat dan teliti serta menggali sedalam-dalamnya segala aspek dan hal-hal yang ada dan diperoleh selama proses persidangan di pengadilan guna mendapatkan pandangan yang lebih luas untuk mempertimbangkan hal-hal yang digunakan untuk memutus suatu perkara, sehingga majelis hakim tetap dipandang mulia, berintegritas, serta menjunjung tinggi keadilan bagi masyarakat.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries140710101218;
dc.subjectTindak pidanaen_US
dc.subjectperilakuen_US
dc.subjectkaidah-kaidahen_US
dc.subjectnorma-normaen_US
dc.subjectmasyarakaten_US
dc.subjectpelanggaranen_US
dc.subjectkejahatanen_US
dc.subjectunsur-unsur tindak pidanaen_US
dc.subjectKUHPen_US
dc.titlePenjatuhan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Dengan Retardasi Mental Dalam Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak (Studi Putusan Nomor 141/Pid.B/2010/Pn.Kbm)en_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record